psikologi kognitif


Psikologi kognitif dianggap penting karena  :
1.      Kognisi/proses mental merupakan masalah pokok dalam studi psiko-logi. Artinya dalam kehidupan sehari-hari, seseorang tak akan terlepas  dari aspek kognisi, seperti misalnya persepsi, atensi terhadap stimulasi tertentu, ingatan, pengetahuan, dll.

2.      Pandangan Psikologi Kognitif banyak berpengaruh pada bidang-bi-dang psikologi lain. Sebagai contoh, pendekatan Psikologi Kognitif ten-tang aspek kognisi banyak dipergunakan dalam Psikologi Sosial (misal per-sepsi masyarakat terhadap pathologi sosial), Psikologi Konseling (misal mengubah cara berpikir yang salah), Psikologi Pendidikan (misal fungsi ingatan dan intelegensi terhadap prestasi), dan Psikologi Konsumen (misal upaya membentuk persepsi konsumen).

3.      Melalui prinsip kognisi, seseorang dapat menangani dan memproses informasi secara efesien dan terorganisasi dengan baik. Dengan me-mahami aspek kognisi serta proses-proses yang terkait, manusia menjadi lebih tahu dan mampu menciptakan cara-cara mengolah informasi agar ber-manfaat bagi diri dan lingkungannya secara le-bih baik. Misal : mencip-takan komputer untuk mempermudah pekerjaan dan komunikasi dengan orang lain, berbicara secara lebih efektif dan efisien, menciptakan kode/ digit angka untuk bantuan mengingat nomor telephone atau KTP secara lebih cepat, dll.

Fungsi Kognitif    à            Dipelajari melalui mekanisme fisiologis yang mendasari perilaku.

Asumsi-asumsi dalam Psikologi Kognitif

1.      Proses Kognitif lebih bersifat aktif daripada pasif.
Psikologi kognitif mendasarkan pandangannya pada kenyataan bahwa ma-nusia adalah aktif/tidak pasif. Artinya, manusia selalu berupaya mencari in-formasi, memperoleh pengetahuan, dan mengikuti perkembangan pengeta-huan baru. Pandangan ini berbeda dengan behavioristik yang memandang manusia itu pasif (merespon hanya jika ada stimulus)

2.      Proses Kognitif terjadi secara sangat efisien dan akurat.
Dalam perkembangan berbahasa seseorang manusia, dari sekedar kata-kata tak berarti sampai dapat mengucapkan kalimat panjang dengan bahasa yang beraneka macam, sebenarnya dilandasi dengan kemampuan kognitif manu-sia untuk mengenal kata-kata baru, struktur bahasa yang kompleks dan me-nyimpannya banyak informasi yang terkait dalam memori. Oleh karena itu manusia mampu memanfaatkan kemampuannya tersebut secara efisien (se-jauh diperlukan) dan akurat (sesuai dengan kapasitas yang memang dibu-tuhkan). Kalau terjadi kesalahan dalam pemanfaatan informasi yang ter-simpan, maka ini terjadi karena ketidaktepatan penggunaan strategi dalam mengenal dan menyimpan informasi ke dalam kognitifnya.

3.      Proses Kognitif cenderung lebih baik apabila berkaitan dengan infor-masi yang positif dari pada informasi yang negatif.
Artinya individu akan lebih mudah memahami bentuk kalimat pernyataan yang positif dari pada kalimat yang negatif.
      Misal  :  a. “Amin adalah anak yang jujur” lebih mudah dipahami dari pada  “Amin bukan anak yang tidak jujur”
b.“Mahatir merupakan perdana menteri yang tangguh” lebih mu-dah dipahami dari pada “Mahatir bukan merupakan perdana menteri yang tidak tangguh”.

Kebanyakan orang yang cenderung lebih akurat dalam mengingat informasi positif dari pada informasi negatif. Artinya, dalam membentuk konsep, ki-nerja pikiran lebih baik dalam memilih contoh-contoh konsep yang positif daripada contoh konsep yang negatif. Termasuk dalam tugas penalaran, le-bih mudah bila berhubungan dengan informasi positif dari pada negatif.
Contoh :a. “Kera, kerbau,sapi, kangguru, adalah mamalia” merupakan kon-sep yang lebih mudah diingat dari pada konsep ‘Kupu-kupu, ikan, siput bukan contoh binatang mamalia”
b.Pernyataan : “Individu yang puas terhadap pekerjaannya akan memiliki motivasi kerja lebih baik daripada mereka yang tidak puas” lebih mudah dinalar dari pada pernyataan : “Seseorang ti-dak akan memiliki motivasi kerja lebih baik  kecuali ia merasa puas dengan pekerjaannya daripada orang lain”

4.      Umumnya Proses Kognitif tidak dapat diamati secara langsung.
Kita tidak dapat melihat apa yang terjadi dalam pikiran seseorang yang se-dang menghafal, membuat keputusan/memecahkan masalah. Sehingga agak sulit untuk menerangkan proses kognitif secara langsung. Untuk itu sering digunakan 2 atau 3 teori dalam menerangkan serta menggunakan cara men-terjemahkan proses kognitif tersebut kedalam respon-respon tertentu yang dapat diamati dan diukur.

5.      Proses Kognitif saling berkaitan antara unit satu dengan yang lain, dan tidak bisa bekerja secara terpisah.
Persepsi, sebagai salah satu yang melibatkan proses kognitif, bukanlah se-mata-mata pemrosesan stimulus dari luar (bottom-up processing), tapi yang melibatkan pengolahan pengetahuan yang tersimpan dalam ingatan (top-down processing)

PROSES KOGNITIF              merupakan proses analisis terhadap informasi yang diterima oleh inderawi
Contoh  : Saat menghadapi ujian/tes, seseorang akan melewati tahapan :
·         Identifikasi kata-kata dalam soal dan memahaminya
·         Memeriksa memori untuk mencari jawaban
·         Jika jawaban ditentukan dalam memori, maka diinformasikan dalam suatu rencana untuk memunculkannya dalam kata-kata.
·         Mentransformasi jawaban ke dalam jawaban nyata.

Dalam suatu aktivitas mental ada serangkaian perintah atau proses yang saling berhubungan, antara lain : identifikasi, pemberian arti, penggunaan ingatan, dll.
Artinya, karateristik penting dari proses analisa informasi adalah melibatkan jejak rangkaian perintah untuk mengaktifkan proses mental terhadap suatu in-formasi yang berwujud suatu kegiatan kognitif yang khas.

2.  MEMORY (INGATAN)
       Pioner penelitian tentang memori manusia adalah H. Ebbinghaus, yang memulai eksperimennya (1885) dengan 13 seri huruf yang tidak mempunyai arti (DAX, BUP, LOC, Dll).  

-          Ia kemudian mencoba untuk merecall setelah 20 menit, 1 jam, 8-9 jam, 1 hari, 2 hari dan 31 hari.
-          Selanjutnya dibuat grafik interval ingatan. Kesimpulan yang diperoleh : proses penurunan ingatan (lupa) paling cepat terjadi pada 9 jam pertama setelah mempelajari materi, dan masih berlangsung selama 30 hari beri-kutnya. Teknik dari rangkaian belajar yang dilakukan oleh Ebbinghaus te-lah menjadi standar belajar untuk beberapa tahun kemudian, dan prosedur ini oleh Ebbinghaus dinamakan metode untuk membedakan short-term me-mory dari long-term memory.
-          Walaupun penemuan Ebbinghaus sangat bermanfaat, tetapi masih mengan-dung kelemahan. Ebbinghaus kurang berhasil mengidentifikasi mekanisme yang mendasari effek waktu belajar dan interval ingatan.
-          Tidak lama setelah buku Ebbinghaus terbit (“On memory”), William James mempublikasikan bukunya “Principles of Psychology” (1890). Ia menga-takan bahwa ada perbedaan antara memori langsung yang dinamakannya “Primer” dan memori yang tak langsung yang dinamakannya “Sekunder”. Memori primer identik dengan apa yang sekarang disebut short-term me-mory, disadari dan memberi penafsiran yang seksama pada peristiwa-pe-ristiwa yang baru saja dipersepsi. Memori sekunder atau memori permanen, merupakan jejak yang tergambar pada jaringan otak subyek, tetapi mempu-nyai perbedaan-perbedaan individual yang luas.   
-          Memori mempunyai sifat dualistik yaitu permanen dan transitori. Akan tetapi sampai 75 tahun kemudian, tidak ada data-data penelitian yang mam-pu membuktikannya.

     Ada suatu transient memory atau memory yang tidak kekal yang kemudian disebut dengan short term memory (STM). STM hanya menyimpan informasi yang akan segera digunakan pada waktu dekat.
      STM berkonotasi sifat yang tidak kekal dari memori, working memory me-nunjukkan bahwa informasi dalam memori siap dipakai, active memory me-nunjukkan unit memori dalam keadaan aktif. Memori lain adalah Long Term Memory, yaitu memori dimana informasi didalamnya dalam keadaan pasif, kapasitas penyimpanan tidak terbatas, jangka waktu penyimpanan bersifat lama. Kecepatan pengaktifan memori tergantung dari kekuatan jajak memori (memory trace) yang ada dalam LTM. 
      Lupa bisa disebabkan oleh adanya gangguan, yaitu Retroactive (informasi baru mengganggu informasi lama) dan Proactive (informasi lama mengganggu informasi baru). Lupa bisa disebabkan karena informasi terlalu lemah untuk diaktifkan. Tulving mengatakan bahwa dalam LTM terdapat semantic memory yang menyimpan informasi tentang pengetahuan dan bersifat umum dan epi-sodic memory yang menyimpan informasi temporer. Episodic Memory cende-rung dapat dipengaruhi oleh gangguan, sedangkan semantic tidak dapat di-pengaruhi oleh gangguan.

-    Wauh dan Norman (1965) menjelaskan perbedaan antara memori primer de-ngan memori sekunder. Mereka mengatakan bahwa item-item verbal mema-suki memori primer dan mungkin akan tinggal disana dengan pengulangan atau mungkin dilupakan. Dengan pengulangan item tersebut akan masuk ke memori sekunder dan menjadi sebagian dari memori permanen dari subyek. Teori James dan Ebbinghaus tentang struktur dalam memori tidak berkem-bang sampai jangka waktu yang lama, sampai pemunculan psikologi kognitif yang terkenal dalam usahanya menyelidiki bagian-bagian struktural dari me-mori.
  
      MEMORI SKUNDER
 
 



STIMULUS                                        PENGULANGAN
 






Memori menunjuk pada proses penyimpanan dan pemeliharaan informasi se-panjang waktu. Implikasi yang terkandung di sini adalah :

a.       Proses penerimaan informasi melalui indra dan mengubahnya men-jadi simbol-simbol untuk disimpan di otak.
b.      Proses pencatatan di otak
c.       Proses memanggil kembali informasi yang telah dicatat di otak un-tuk dipergunakan.

Model-model Ingatan
1.  Model STM – LTM (Atkinson & Shiffrin, 1968)
                                                                                        INFORMASI
 INPUT
 

  HILANG dari                                                          PENCT. INDRA        
 PENCT. INDRA

HILANG  dari                                                                   STM                       
      STM

       RSK/TERHLNG                                                       LTM
atau HILANG dari LTM

Enconding Specificity  :
Merupakan proses mengubah sifat suatu informasi ke dalam bentuk yang se-suai dengan sifat-sifat memori organisme, dan hal ini akan mempengaruhi la-manya disimpan dalam memori.

Prinsip : Individu lebih mudah mengingat kembali saat  situasinya sama de-ngan proses pengkodean.

Beberapa Encoding :

 a. Encoding dalam memori sensoris
  INFORMASI              IMPULS 2x                                 OTAK                        
     INDRA                       NEURAL

 b. Encoding dalam STM (disebut “Pattern Recognition)
  INFO         IMPULS  2x         OTAK              GDG                    PATT
 INDRA        NEURAL                                      INFO                RECOGNT               

                                                                         PROSES PENGENDALIAN
                                                                                          (PERHATIAN)            


 c. Encoding dalam LTM 
           
                                     OTAK


  GDG                 PATT                                           SEMANTIC/IMAGERY           
  INFO           RECOGNT                                                    CODING

            STM                                                                              LTM

Proses-proses yang terkait dalam ingatan

1.      Pencatatan Indra
2.      Encoding
3.      Storage
4.      Rehearsal
5.      Retrieval atau Recall

Pemindahan informasi dari pencatatan indra ke STM, dikendalikan oleh perhatian. Rehearsal adalah proses pengendalian paling penting dalam STM, bentuknya adalah pengulangan informasi dalam ingatan. Sedangkan fungsi Rehearsal adalah:

1.Memelihara/mempertahankan informasi dalam STM
2.      Memindahkan informasi dari STM ke LTM

      Bentuk pengendalian yang lain adalah :
               Coding, yaitu melibatkan pengambilan informasi yang sesuai dari ingatan STM untuk dipindah ke LTM  ;

                                misal  :      17008881515     à      1-700-888-1515
      Pencatatan Indra
Disebut juga sebagai memori sensoris, yaitu penyimpanan memori melalui jalur syaraf sensoris dalam jangka waktu sangat pendek (beberapa detik).

2.      Model Tingkat Pemrosesan Informasi                                                                                                                  
 Organisme dalam menganalisis informasi menurut cara-cara yang berbe-da, dari proses yang paling dangkal (pencatatan indra) sampai proses paling dalam (bahasa / makna).
    Proses paling dalam tentang objek dan informasi akan mengarah pada penyimpanan yang permanent.
    Penekanan ; tingkat kedalaman pemrosesan informasi dan mengutama-kan pembahasan tentang keluwesan manusia dalam memproses informasi (depth – of – processing theory, Craik dan Lockhart, 1972). Apabila infor-masi dianalisis pada tingkat shallow level maka bekas ingatan tersebut akan segera rusak/ dilupakan, jika informasi dianalisis pada tingkat deeper level maka bekas ingatan tesebut akan terus ada dan diingat.
Seperti telah dikemukakan di atas ada dua fungsi rehearsal (untuk peme-liharaan dan untuk elaborasi). Pemrosesan informasi pada deeper level, akan meningkatkan kerja penggalian kembali. Hal ini disebabkan oleh distinctiveness (karakteristik yang menonjol) dan elaboration.

3. Model  Ingatan Episodik – Semantik (Tulving, 1972)
     Episodik  : - Menyimpan informasi tentang kejadian dan hubungan masing-masing kejadian tersebut.
                        -  Berhubungan dengan hal yang bersifat temporer, berhubungan dengan perubahan peristiwa-peristiwa, misal : Telepon ber-dering sesaat sebelum hujan. Besok saya berjanji membim-bing mahasiswa jam 09.00 wib.

   Semantik :- Merupakan pengetahuan yang terorganisasi dengan segala se-suatu yang ada dalam kehidupan.
                        - Berisi susunan pengetahuan tentang kata-kata dan hal-hal yang diketahui tetapi tidak dapat diekspresikan dalam kata-kata, mi-sal : gula itu manis, rumus kimia air adalah H2O

      Karakteristik Ingatan Episodik dan Semantik :
      a.     Sumber Informasi                  :    Pengalaman Indrawi
                                                                 Pengertian

  1.   Unit Informasi                      :   Episodik dan Peristiwa
                                                                Konsep, Ide dan Fakta

      c.     Organisasi                              :   Terkait dengan waktu
                                                                Konseptual

      d.     Muatan Emosi                       :  Lebih Penting
                                                               Kurang Penting

e.         Kecenderungan Lupa            :  Besar
                              Kecil     

      f.      Waktu untuk Mengingat      :  Relatif lama
                                                               Relatif pendek
      g.      Fungsi                                  :  Kurang berfungsi
                                                               Sangat berfungsi
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ketepatan Mengingat :
    a. Expertise  (mental cues)
    b. Encoding Specificity  (situasi sama dengan waktu pemberian kode)
    c. Emotion atau Afect  (cenderung ingat yang menyenangkan, kesamaan de-
                                          ngan suasana hati)

Hal-hal yang Terkait Dengan Memori
-   The serial Position Effects
                         100
            Item                        Primary                                   Regency
            Yang                      Effect                                       Effect
            Diingat    50
 


                             0
                                 Mulai                                             Akhir

                                                      Posisi Masukan
-          Ingatan Otobiografi
-          Ingatan Peristiwa Lampau    :  - Lamanya waktu
                                                       - Netral, Gembira, Sedih
                                                       - Self Reference effect
                                                       - Vivid memories
-    Ingatan Perbuatan/Tindakan
-    Ingatan Kesaksian  : - Identifikasi wajah
                                       - Selang waktu kejadian
                                       - Tentang informasi lain
-    Forgetting/Lupa
-    VLTM
-    Peningkatan Kerja Ingatan (Teknik Mnemonics)  :
             a.  Imajeri mental
             b.  Organisasi informasi (serial hirarki)
             c.  Media / Perantara
             d.  Mengganti Simbol
             e.  Multi Model

PERKEMBANGAN TEORI MEMORI
        Memori merupakan sistem penyimpanan informasi yang diperoleh manu-sia. Pada abad XIX, banyak orang mengira bahwa memori merupakan suatu sistem tunggal, namun dari beberapa penelitian yang berlangsug bertahun-ta-hun ternyata diperoleh bukti bahwa manusia memiliki beberapa macam memo-ri.

Pertama     :  Short Term Memory (STM) atau Working Memory  yang hanya bi-sa menyimpan informasi dalam jumlah yang relatif sedikit (max. 7 digit) dan dalam waktu yang relatif pendek. Misalnya informasi tentang nomor telepon yang baru saja kita peroleh dari buku tele-pon dan kita coba menghubungi.
Kedua       :  Prospective Memory yang menyimpan informasi tentang apa yang harus kita kerjakan pada waktu-waktu tertentu, atau semata me-ngingat untuk melaksanakan kegiatan yang telah direncanakan. Retrospektif Memory adalah mengingat kegiatan atau perbuatan yang telah kita laksanakan. Nampaknya Short Term Memory (STM), Prospective Memory dan Retrospektif Memory  inilah yang kekuatannya menurun seiring dengan bertambahnya umur. Contohnya ketika seseorang bertambah tua, ia akan merasa lebih sulit untuk menyimpan banyak informasi dengan cepat dalam waktu singkat atau mengerjakan beberapa tugas secara simultan dalam waktu-waktu yang spesifik, karena hal-hal tersebut memer-lukan Working Memory (STM) dan Prospective Memory yang efektif.
Ketiga       :  Episodic Memory menyimpan peristiwa-peristiwa yang secara pri-badi kita alami misalnya dengan siapa kita bermain catur.
Keempat    :  Implicit Memory menyimpan peristiwa-peristiwa yang tidak bisa diutarakan dengan kata-kata misalnya cara mengendarai sepeda.
Kelima       :  Semantic Memory menyimpan pengetahuan umum yang abstrak misalnya arti kata-kata.
                     Kedua memori (Implicit dan Semantic) ini relatif tidak mudah be-rubah/hilang walaupun umur sudah tua.
Keenam     :  Long Term Memory (LTM) yaitu suatu sistem penyimpanan in-formasi yang permanen yang dapat menyimpan banyak infor-masi dalam jangka waktu lama (jam, hari dan tahun). Informasi dalam LTM biasanya dalam keadaan pasif. Merecall dan mengaktifkan kembali informasi (retriving) membutuhkan waktu. Kecepatan pengaktifan kembali berbeda-beda sesuai dengan kekuatan me-mory trace. Begitu informasi dalam keadaan aktif maka ia men-jadi bagian dari STM.

Brown dan Kulik (1977) : Flashbulb Memory adalah suatu tipe memory yang sifatnya khusus, yang terbentuk ketika suatu peristiwa singkat yang sifatnya “surprise” dan mengagetkan tinggal dalam memory dan dengan jelas meng-gambarkan detail dan konteks dari peristiwa tersebut.

 STM – LTM dan Chunking

      Kapasitas STM menahan sejumlah informasi dimungkinkan oleh kemam-puan kita untuk “memotong” (to chunk) informasi. Akan tetapi chunking tidak bisa dilakukan sebelum informasi di LTM diaktifkan.
     Hubungan antara LTM dan CHUNKING digambarkan dalam eksperimen Bower dan Springston (1970), dibawah ini :

    Subyek diminta membaca sederet huruf dan diminta untuk merecall. Pada deret A deret huruf membentuk kelompok-kelompok yang tidak dikenal (dalam LTM), sedangkan kelompok B subyek membaca kelompok-kelompok yang telah mereka kenal.

Kondisi  A      :  FB…….IPH…….DTW…….AIB…….M
Kondisi  B :  FBI…….PHD…….TWA…….IBM
      Subyek dapat mengira-ira huruf-huruf yang ada pada kondisi B, yang meru-pakan singkatan yang umumnya sudah diketahui. Titik-titik sebelah FBI, PHD dal lain-lain menyebabkan subyek dapat “melihat kembali” pada kamus mental mereka, yang mengkodekan kata-kata tersebut dalam “chunk (potongan)”. Po-tongan-potongan yang mempunyai arti tersebut lebih mudah direcall.

Short Term Memory (STM)
       Ebbinghaus juga mengakui bahwa apabila daftar yang dipelajari cukup pendek, misalnya kurang dari 5 item ia bisa mengulang dengan sempurna da-lam satu kali studi. Hal ini juga kita alami ketika kita mampu menekan 7 digit angka dalam menelepon.
       Dapat diambil kesimpulan bahwa ada satu transite memory (memory yang tidak kekal) yang berlawanan dengan Long Term Memory (LTM) yang sifat-nya lebih permanen/menetap yang dapat menyimpan informasi dalam jam, hari dan tahun. Riset yang dilakukan oleh Ebbinghaus pada dasarnya mempelajari Long Term Memory (LTM) sedangkan Transient Memory disebut Short Term Memory (STM).
        Percobaan Brown (1958) dan Paterson and Peterson (1959) menunjukkan sifat-sifat tidak kekal dari Short Term Memory (STM). Peterson menaruh su-byek percobaan untuk mempelajari 3 huruf dan kemudian menyuruh meng-ulanginya setelah beberapa interval  waktu (sampai 18 detik). Pada umumnya subyek tidak mengalami kesulitan. Pada percobaan selanjutnya, untuk meng-hindari subyek mengingat ulang mereka menyuruh subyek dengan cepat meng-hitung mundur 3 angka, misalnya 418, 415, 412 dst. Hasilnya pada 18 detik subyek hanya mampu merecall 3 angka tadi kurang dari 20 %.
Kesimpulannya : apabila subyek “diberi gangguan” dalam mengingat kembali, mereka akan kehilangan informasi yang diperoleh dengan sangat cepat.
Sifat-sifat dari Short Term Memory (STM) :
1.      STM adalah Working Memory yang hanya menyimpan informasi yang akan segera digunakan pada waktu dekat atau pengetahuan yang umum dipakai (hangat). Informasi yang disimpan hanya dipertahankan selama dibutuh-kan saja
2.      Jumlah informasi yang dapat disimpan dalam Short Term Memory (STM) menggambarkan keterbatasan dari kapasitas proses mental kita. Atau dapat dikatakan bahwa kapasitas item yang direkam STM terbatas.
3.      Meliputi pemrosesan peristiwa-peristiwa yang kini terjadi dan juga aktivi-tas-aktivitas dan perhitungan yang dibutuhkan pada saat itu (ingatan aktif)

Kapasitas STM


Sir William Hamilton mengatakan bahwa apabila kita menaruh segenggam kelereng dilantai maka kita akan mengalami kesulitan melihat 6 (enam) atau 7 (tujuh) kelereng sekaligus tanpa kebingungan.
Jacobs (1887) setelah membacakan dengan keras satu deret angka secara tidak beraturan, minta pada para pendengar untuk menulis dengan cepat angka-angka yang dapat mereka recall. Mereka dapat merecall rata-rata hanya 7 (tujuh) angka. Setelah itu banyak percobaan untuk melihat kapasitas “memori lang-sung” dengan menggunakan : titik-titik, angka-angka, kata-kata tanpa arti, hu-ruf dan lain-lain yang hasilnya selalu konsisten yaitu manusia maksimum ha-nya mampu merecall 7 (tujuh) unit.

Chungking

      Pertanyaan yang mendasar apakah informasi dalam STM disimpan dalam lokasi mental yang berbeda dengan informasi dalam LTM atau apakah infor-masi dalam STM disimpan dalam lokasi yang sama dengan LTM tapi hanya untuk keadaan tertentu ? Ternyata kesimpulan yang benar adalah kesimpulan yang kedua, kapasitas STM bervariasi tergantung pada arti dari materi.
Kesimpulan :  Subyek-subyek biasanya berhasil mengulang kembali 4 kata yang biasanya tidak mempunyai arti, misal :

                                       DAX      JIR         GOP      BIF
Tapi tidak berhasil untuk 6 kata, misal :

                        PID        LOM      FIK        GAN      WUT     TIB
Berhasil untuk mengulang 6 kata (yang mempunyai arti) yang terdiri dari satu suku kata : 
                         TILE    GATE   ROAD   JUMP    BALL    LIME
Gagal dalam 9 kata yang mempunyai arti :

         HAT      SAINT   FAN       RUN      GAIN    LIKE     NAIL     RICE LAKE
Berhasil mengulang 3 kata dengan 4 suku kata :
         DICTIONARY                       GEOLOGY            AMERICAN
Gagal dalam 6 kata dengan 4 suku kata.

Kesimpulan : unit-unit yang diingat berlainan dalam masing-masing kasus.

George Miller (1956) memperkenalkan istilah CHUNK (potongan) untuk men-jelaskan unit-unit dari memori., yaitu :

-          Memori tidak dibatasi oleh jumlah unit (syllables, kata) dalam stimulus tetapi dibatasi oleh jumlah chunk yang mempunyai arti.
-          Subyek rata-rata dapat mengingat 7 chunk.
-          Chunk tersebut disimpan sebagai unit dalam LTM.
-          Pada waktu subyek mengingat suatu stimulus seperti percobaan diatas, maka mereka menempatkan unit-unit tersebut yang ada dalam LTM dalam suatu status khusus yang sewaktu-waktu dapat dipergunakan. Status ini disebut active dan prosesnya disebut activation.

Jadi ada 3 istilah untuk aspek-aspek  berbeda dengan fonomena yang sama :

-          Istilah Short Term Memory (STM) berkonotasi sifat tidak kekal dari me-mory.
-          Istilah Working Memory mengandung fakta bahwa informasi siap pakai untuk proses mental.
-          Istilah teknis Active Memory mengandung arti bahwa unit-unit dari memo-ri dalam keadaan aktif.

Long Term Memory (LTM)

-    Suatu proses penyimpanan informasi yang relative permanent (bersifat lama (jangka waktu penyimpanan : jam, hari tahun)
-          Informasi dalam LTM yang tidak dipergunakan/tidak diaktifkan dalam tu-gas (saat itu) disebut “inactive memory “  (memori dalam keadaan pasif).
-          Kapasitas item yang dapat disimpan tidak terbatas.
-          Proses reitriving informasi (pemulihan kembali informasi) dari LTM dapat dianggap sebagai proses pengaktifan kembali informasi.
-          Begittu informasi dalam keadaan aktif maka ia menjadi bagian dari STM.
-          Proses aktivasi (activation) membutuhkan waktu.
-          Merecall informasi yang ada dalam LTM lebih lama dari pada yang ada dalam STM.
-          Memory Trace : Anderson (1976) membuktikan bahwa kecepatan pengak-tifan kembali berbeda-beda sesuai dengan kekuatan dari memory trace.

Penyebaran Activation = Dasar Pengertian Dari Recall LTM

-          Activation menyebar melalui LTM dari bagian yang aktif ke bagian lain dari memory dan membutuhkan waktu.
-          Waktu yang dibutuhkan dalam penyebaran activation menggambarkan waktu yang dibutuhkan dalam retrieval (pemulihan) struktur memori.
-          Kesimpulan :
Bila suatu informasi akan dipakai dalam suatu “tugas” (misalnya pengam-bilan keputusan), maka informasi tersebut harus diaktifkan, kemudian di-periksa. Apabila informasi berada di LTM maka activation harus menyebar ke STM dan hal ini membutuhkan waktu.

Associative Priming : Suatu materi yang mempunyai hubungan dengan materi lain akan lebih cepat di recall.


Recall  >< Recognition
Pertanyaan berdasarkan recognition (misalnya multiple choice) lebih mudah dari pertanyaan berdasarkan recall (misal : essay) karena recognition memberi kesempatan pada subjek untuk menggunakan lebih banyak cara untuk memilih memori.

Lupa


Lupa bukan disebabkan karena hilangnya informasi dari memori, tetapi dise-babkan karena hilangnya kekuatan untuk mengaktifkan informasi karena ada interference (percampuran) dengan hal-hal lain.
Beberapa teori tentang lupa atau kehilangan kemampuan untuk merecall in-formasi yang telah dimiliki, bukan kehilangan memori itu sendiri telah men-dominasi penelitian dalam LTM.

Interference (Percampuran) Atau Gangguan     


Didasari pandangan psikoloi asosiasi, yaitu bahwa suatu asosiasi yang diben-tuk dari hubungan antara stimulus tertentu dengan respon tertentu akan tetap ada dalam ingatan sepanjang tidak ada informasi lain yang mengganggu/meng-halangi, beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam teori ini yaitu  :

1.      Merupakan eksperimen yang lebih dekat dengan kontrol eksperimen dari pada eksperimen tentang lupa lainnya.
2.      Memakai prinsip assosiasi yang mendominasi penelitian dalam memori manusia dan belajar. Tradisi mengatakan bahwa proses assosiasi terjadi an-tara stimulus yang spesifik dan respon-respon yang spesifik (S – R) dan hu-bungan ini menetap dalam memori selama tidak ada informasi lain yang mengganggunya.
Misalnya : Apabila kita belajar bahwa fakta A berhubungan (berassosiasi) dengan fakta B sebagai A – B. Kemampuan untuk merecall B sebagai res-pon pada A akan terganggu apabila ada informasi lain yang muncul dian-taranya.
3.      Dua prinsip interference, yaitu :
Retroactive Inhibition (RI) bila materi/informasi baru mengganggu materi lama, misalnya mencoba merecall nomor telepon lama tetapi kacau dengan nomor baru.
Proactive Inhibition (PI) bila informasi lama mengganggu materi baru, misalnya mencoba mengingat nomor telepon baru tapi kacau dengan nomor lama.

Suatu uraian mengenai dilema tentang adanya gangguan hasil belajar yang la-ma dengan hasil belajar yang baru dapat dikaitkan dengan pendapat Tulving mengenai perbedaan antara semantic memory dengan episodic memory. Ang-gapan bahwa ada perbedaan antara episodic memory yang menyimpan infor-masi temporer dengan semantic memory yang menyimpan informasi tentang pengetahuan misalnya penggunaan bahasa, kata-kata, arti dan lain-lain.

Contoh : Kita belajar bahwa Januari adalah bulan pertama dalam tahun, bahwa kita harus minta maaf apabila menginjak kaki orang dll. Tidak infor-masi baru yang dapat mengganggu atau membuat saya lupa akan pe-ngetahuan tersebut gangguan tidak berpengaruh pada usaha untuk merecall hal tersebut.

Kesimpulan : Dua sistem memori terdapat dan beroperasi dalam LTM – per-tama yaitu episodic yang dapat dipengaruhi oleh gangguan dan kedua adalah semantic yang tidak dapat dipengaruhi oleh gangguan.

Teori  Kerusakan (DECAY THEORY)
     Memori rusak (berkurang) karena :
-          Penundaan
-          Interference
       Menurut Penfield : memori tetap ada tetapi terlalu lemah untuk diaktifkan atau di riview, sedangkan menurut Nelson : 4 minggu setelah belajar, subyek melupakan 31 % dari apa yang telah dipelajari dan dengan pengukuran yang teliti dapat dibuktikan bahwa dalam “lupa” memori tetap ada.
       Bila informasi tidak digunakan atau tidak diulang selama waktu tertentu maka kemungkinan akan rusak/hilang, sehingga terjadi kelupaan (mis. : lupa nama teman lama). Semua memori menimbulkan suatu perubahan dalam sis-tem saraf sentral dan ada kepercayaan bahwa proses informasi meninggalkan “jejak”- beberapa perubahan dalam neuro anatomy akan menjadi kabur jejak-nya apabila tidak digunakan. Contoh : kita akan lupa nomor telpon kita yang ti-dak kita pergunakan selama 10 tahun. Menurut Decay Theory sesuatu yang ti-dak digunakan lama kelamaan akan kehilangan kekuatannya.
       Beberapa ahli keberatan terhadap Decay Theory karena teori tersebut tidak memberi penjelasan yangakurat tentang pengaruh aktivitas-aktivitas yang ter-letak diantara saat belajar dan waktu recall. Lupa mungkin bisa dipengaruhi oleh kejadian-kejadian yang terjadi kemudian yang kemungkinan menutup re-call dari memori-memori yang lama.

Penelitian Jenkins dan Dallenbach (1924) :
       Dua kelompok orang mencoba mempelajari 10 daftar suku kata yang tidak mempunyai arti. Kelompok I mempelajari di tengah malam dan kelompok II di pagi hari. Kelompok I dibangunkan dalam jangka waktu 1, 2, 4, dan 8 dan dites untuk merecall, seperti tes yang diadakan langsung setelah proses belajar. Ke-lompok ke II juga diperlakukan demikian, tetapi orang-orang tersebut mela-kukan pekerjaan seperti biasa. Hasilnya :

  1. Pada kedua kelompok terjadi penurunan dalam merecall.
  2. Ada perbedaan antara hasil yang diperoleh kelompok I (yang tidur se-telah menghafal) dan kelompok II (yang tetap bekerja) setelah meng-hafal. Ternyata penurunan lebih banyak pada kelompok II, yang dalam hal ini terdapat “gangguan”. Hal ini tidak sesuai dengan Decay Theory karena apabila kerusakan (decay) hanya disebabkan karena memory ti-dak dipakai, seharusnya tingkat penurunannya sama. Jadi dari percoba-an ini dapat disimpulkan bahwa lupa lebih banyak berhubungan dengan kekuatan gangguan dari pada kerusakan karena penundaan waktu recall.

Cue Independent Forgetting Theory
       Teori ketergantungan pada isyarat informasi berasal dari pendekatan pe-mrosesan informasi. Menurut teori ini lupa terjadi bukan karena “decay” atau “interference” tetapi karena terlalu jauh dan lemahnya isyarat akan sesuatu yang ingin diingat (karena kekaburan isyarat saat mengingat)

Eksperimen-eksperimen Tentang Memori
Studi tentang pencatatan indra (visual dan auditory)
a.      Visual Sensory Memory
       -  Dengan Whole Report Procedure :
X M R J       
                  C N K P              diperlihatkan secara cepat
                  V F L B
              Hasilnya : maksimum subjek mengingat 6 huruf
              -  Dengan Partial Report Procedure  :
      X M R J       
                  C N K P             Tiap baris diberi isyarat beda (tinggi, sedang,
                  V F L B              rendah)

               Sperling (1960) menyajikan pada subjek diisyaratkan untuk hanya merecall 1 baris saja. Hasilnya : Subjek merecall 3 huruf tiap baris, artinya percobaan Sperling menunjukkan adanya jarak waktu, makin meminimalkan huruf yang diingat. Hal ini menunjukkan pada indikasi visual sensory store, yang oleh Neisser (1967) disebut sebagai Iconic Memory.

       b. Auditory Sensory Memory
Eksperimen dilakukan oleh Moray dan Bate (1965) dan Darwin, Turvey dan Crowder (1972) ;
Kepada subjek diperdengarkan rekaman dengan headphone stereo, 3 baris huruf secara simultan yang oleh karena adanya efek khusus, seo-lah-olah :

                              X   T   F        ----- >  datang dari kiri
                              Z    4   5        ----- >   dari 2 telinga
                              M   5   3        ----- >   datang dari kanan
           Hasilnya :  baris yang tediri atas bagian awal dan akhir yang hurufnya berbunyi mirip, lebih mudah diingat. Neisser menyebutnya Echoic Memory.

2. Studi Tentang Memori Untuk Informasi Verbal
Warnner (1963) memberikan gambaran tentang lingkungan yang menye-babkan organisme dapat mengingat atau tidak mengingat kata-kata. Ekspe-rimennya dengan membagi dua kelompok subjek :

Kelompok I  : diberi petunjuk
      Kelompok II : tidak diberi petunjuk
Isi petunjuk : “Materi tes terdiri atas beberapa instruksi yang direkam pada sebuah tape. Dengarkan baik-baik, sebab anda akan dites ke-mampuan untuk merecall kalimat-kalimat khusus pada re-kaman tersebut”.

      Empat jenis instruksi dalam rekaman  :
a.       Ketika anda menilai hasil anda, jangan berbuat sesuatu untuk membe-tulkan jawaban anda, tetapi beri tanda secara hati-hati pada jawaban anda yang salah.
b.      Ketika anda menilai hasil anda, jangan berbuat sesuatu membetulkan jawaban anda, tetapi hati-hatilah memberi tanda jawaban anda yang salah.
c.       Ketika anda menilai hasil anda, jangan berbuat sesuatu pada jawaban anda yang betul, tetapi beri tanda secara hati-hati pada ja-waban anda yang salah.
d.      Ketika anda menilai hasil anda, jangan berbuat sesuatu pada jawaban anda yang betul, tetapi berhati-hatilah memberi tanda jawaban anda yang salah.

       Selanjutnya subjek penelitian diminta mendengarkan pertanyaan dari tape :
1.      Diperdengarkan instruksi dan ditanya instruksi tersebut nomor a atau b  ?
2.      Diperdengarkan instruksi dan ditanya termasuk instruksi nomor c atau a  ?

Hasil :  Subjek lebih mudah membedakan instruksi a dan c dibanding  a dan b.

3.      Studi Tentang Memori untuk Informasi Visual
a.       Eksperimen Shepard (1967) :
      Subjek penelitian dibagi dalam dua kelompok, kemudian diberi majalah bergambar. Satu kelompok diberi penjelasan visual, sedangkan kelom-pok lainnya hanya secara verbal.
Setelah beberapa waktu, diberi kesempatan untuk recognize, hasilnya  :
11,8 % terjadi kesalahan pada kelompok yg hanya diberi informasi verbal.
1,5 % terjadi kesalahan pada kelompok yg mendapat informasi visual.

b.  Eksperimen Weisman dan Neiser (1974)
            Sekelompok subjek diminta melihat gambar anjing yang abstrak, kemu-dian diberi waktu mengingat dan selanjutnya diminta untuk merecall. 
 
            Hasil  :  Subjek lebih dapat mengingat informasi dalam artian gambar.

c.   Eksperimen Bower, dkk. (1975)
Kepada sekelompok subjek diperlihatkan suatu gambar dengan diberi penjelasan tentang gambar tersebut dan kepada sekelompok subjek yang lain diperlihatkan gambar yang sama tanpa penjelasan.

Hasil :  Subjek dengan penjelasan tentang gambar, ternyata lebih mudah menggambarkan gambar tersebut kembali (70:  51).



3.  MODEL PROSES INFORMASI
      Asumsi-asumsi tentang proses informasi dapat diintegrasikan menjadi suatu sistem yang lebih luas dalam suatu model kognitif. Salah satu model yang biasa dijelaskan oleh psikolog-psikolog kognitif adalah suatu model proses infor-masi.
      Dalam model proses informasi terdapat asumsi bahwa kognisi dapat dia-nalisis menjadi suatu rangkaian tingkatan, dimana tiap tingkatan digambarkan sebagai suatu kesatuan hipotesis (kesatuan yang perlu dibuktikan). Dalam ting-katan tersebut terjadi suatu aktivitas yang unik yang menjabarkan informasi-in-formasi yang kita peroleh.

Contoh : Waktu kita menjawab pertanyaan : “Dimana letak kebun binatang ?”  dengan jawaban : “Oh ya, saya tahu di Wonokromo” – Telah terjadi persepsi, pengkodean informasi, merecall informasi dari memori, pembentukan konsep, keputusan dan memproduksi suatu bahasa.

Dua pertanyaan yang muncul dalam proses informasi adalah :

    1. Informasi diproses melalui tingkatan-tingkatan apa saja ?
    2. Pengetahuan digambarkan dalam bentuk apa ?

Dasar Neural dari Kognisi

Sistem Syaraf, Bagian yang paling penting : adalah “neuron”, dan otak terdiri dari kurang lebih 100 milyar neuron. Bentuk dan ukuran neuron ber-va-riasi tergantung pada lokasi dan fungsinya. Neuron terdiri dari  :
-    Soma (bag. utama) : Diameter 5 – 100 micron (1 micron = 1/1juta meter)
-    Dendrit :  Berupa cabang-cabang
- Axon   : Berupa pipa panjang. Axon merupakan jalan interaksi antar ne-uron, cabang-cabang axon disebut : terminal arborization, tiap arborization mempunyai ujung yang disebut : Terminal Button. Terminal Button berhubungan dengan dendrit neuron lain. Per-temuan axon dan dendrit disebut synapse. Pola komunikasi antar neuron umumnya dengan neurotransmiter.

      Pada proses informasi melalui neuron yang terpenting diketahui adalah ju-mlah impuls syaraf yang dikirim. Bisa ratusan impuls syaraf perdetik. Per-masalahannya, bagaimana peroses neural tersebut dapat menghasilkan fe-nomena kognitif. Misalnya : penjelasan tentang pemecahan masalah mate-matika dengan melihat proses neural.

Sistem Sensori


Sistem sensori manusia terdiri dari organ-organ untuk melihat, mendengar, membau, merasa dan mengecap dan beberapa fungsi-fungsi lain. Organ-organ ini tetap berjaga meskipun kita tidur.
Sensasi berkaitan dengan penerimaan energi stimulus dari dunia fisik, sedang-kan persepsi berkaitan dengan interpretasi dan memahami sensasi. Keduanya saling berkaitan, dalam mempersepsi kita harus melakukan sensasi dan me-nurut beberapa bukti sensasi dipengaruhi oleh persepsi.

Sistem Visual

Susunan visual bermula pada foto reseptor yaitu alat penangkap rangsangan penglihatan yang terdiri dari sel saraf yang mampu berdiferensi sehingga peka terhadap cahaya dan mampu menampilkan impuls visual. Ada 2 tipe foto re-septor dalam mata, yaitu : cones dan rods.

Cones  :  Bertanggung jawab terhadap pendeteksian warna. Dibagian  cones terdapat area yang dinamakan fovea. Bila kita melihat suatu objek, ki-ta menggerakkan mata kita sehingga objek tersebut jatuh pada fovea.
               Fovea terletak pada retina dan berhubungan dengan tugas pendetek-sian detail halus dan merupakan daerah ketajaman visual yang paling tinggi.
Rods   :  Mendeteksi hitam – putih dan bertanggung jawab atas penglihatan pe-ripheral atau penglihatan yang jauh dari fovea.

Kesimpulan :

Energi fisik eksternal (cahaya) yang berupa gelombang elektromagnetik mema-suki mata melalui pupil (bagian mata yang berwarna hitam) yang dikelilingi oleh iris (bagian mata yang mempunyai pigmen). Dari pupil, cahaya melewati lensa, menuju retina. Retina adalah selaput tipis yang terletak pada bagian da-lam bola mata. Retina mengandung tidak kurang dari 127 juta sel reseptor atau neuron reseptor yang amat sensitif. Dalam neuron retina inilah gelombang elektromagnetik fisik  dikonversikan/dirubah menjadi energi elektrokemikal, yaitu energi yang beroperasi dalam sisten saraf. Jalur yang ditempuh dari mata ke otak sangat rumit. Beberapa sensasi yang dideteksi oleh sebagian bola mata akan menuju hemisphere yang berlawanan dengan bola mata yang menerima, pada optic chiasma, namun ada sensasi-sensasi yang dideteksi oleh bagian lain dari bola mata yang menerima. Saraf optik meneruskan pesan ke visual cortex dalam lobus oksipitalis.

3. a.  PERSEPSI DAN SIGNAL-SIGNAL SENSORI
      Persepsi merupakan tahap paling awal dari serangkaian pemrosesan infor-masi. Persepsi adalah suatu proses penggunaan pengetahuan terdahulu (yang telah dimiliki) untuk mendeteksi atau mengumpulkan dan menginterpretasi sti-mulus yang dicatat oleh alat indra seperti ; mata, telinga, hidung. Secara sing-kat dapat dikatakan bahwa persepsi merupakan proses menginterpretasi suatu informasi, misalnya ; ketika seseorang melihat gambar, membaca tulisan, atau mendengarkan suara tertentu, maka ia akan melakukan interpretasi berdasarkan pengetahuan yang dimiliki, yang relevan dengan hal-hal tersebut.
      Berdasarkan pemahaman tersebut, maka persepsi mencakup dua proses yang berlangsung secara serempak antara keterlibatan aspek-aspek dunia luar (stimulus), dengan dunia dalam diri (pengetahuan yang dimiliki dan tersimpan dalam ingatan). Dua proses persepsi itu disebut bottom-up atau data driven processing dan top-down atau conceptually driven processing. Konsekuensinya hasil persepsi tentang suatu objek disamping dipengaruhi oleh penampilan objek itu sendiri, juga oleh pengetahuan seseorang mengenai objek tersebut. Dalam hal ini sering terjadi ketidak cocokan antara realitas fisik (kenyataan) dengan persepsi manusia. Hal ini dibuktikan dengan percobaan tentang ilusi oleh Muller – Lyer. Distorsi dalam proses interpretasi informasi sensori, di-sebabkan karena pada tingkat sensori, informasi masih bersifat spesifik (bau, rasa, dll) sedangkan pada tingkat interpretasi informasi bersifat abstrak.
       Ada tiga aspek persepsi yang dianggap paling relevan dengan kognisi ma-nusia, yaitu :  Pencatatan Indra, Pengenalan Pola, dan Perhatian.

1.     Pencatatan Indra (Sensory Register)

Pencatatan indra disebut juga ingatan sensori atau penyimpanan sensori. Pencatatan indra menangkap informasi dalam bentuk masih kasar, belum di-proses sama sekali, dan masih dalam prakategori untuk waktu yang sangat pen-dek sesudah stimulus fisik diterima. Pencatatan indra merupakan system ingat-an yang dirancang untuk menyimpan sebuah rekaman mengenai informasi yang diterima oleh sel-sel reseptor. Sel-sel reseptor merupakan sistem yang ter-dapat pada alat indra tertentu seperti mata, telinga, hidung dan kulit yang me-respon energi fisik dari lingkungan. Rekaman yang disimpan tersebut disebut sebagi sensory trace (jejak sensori).

Karakteristik Pencatatan Indra (Sensori)

Ada tiga karakteristik pencatatan indra yang memungkinkan system mela-kukan fungsi penyimpanan rekaman secara optimal : (1). Informasi di-simpan dalam bentuk yang kasar (veridical form), belum memiliki makna, dengan be-gitu seharusnya informasi dapat merefleksikan secara akurat apa yang telah terjadi pada recektor indra. (2). Pencatatan indra memerlukan ukuran ruang yang cukup untuk menyimpan informasi yang ditangkap oleh receptor. (3). In-formasi yang masuk ke dalam system pencatat indra berlangsung dalam waktu yang sangat singkat.
Berdasarkan hasil penelitian Sperling disimpulkan bahwa pencatatan indra berlangsung 1/1000 detik seperti orang mengedipkan mata. Sementara jumlah objek yang bisa dicatat atau direkam alat indra manusia hampir mendekati 9 buah. Sistem pencatatan indra sebenarnya mencakup lima macam, yaitu peng-lihatan, pendengaran, penciuman, pengecapan, dan perabaan. Sekalipun demi-kian, kebanyakan yang telah dipelajari oleh para peneliti adalah system pen-catatan indra penglihatan (mata) dan pendengaran (telinga).
 
Sensory Storage
Kita seolah-olah mempunyai sebuah tempat penyimpanan informasi yang diperoleh dari alat indera kita. Tempat tersebut dinamakan “Sensory Storage”. Memory yang diperoleh dari alat-alat sensori (potongan lagu, gambar, rasa panas) tersebut menghilang dengan cepat dan biasanya cepat kita lupakan.

Pertanyaan  :
  1. Berapa lama mereka bertahan ?
  2. Berapa banyak stimulus yang bisa kita persepsikan dalam waktu yang relatif singkat ?

Eksperimen-eksperimen yang pertama kali menyelidiki tentang persepsi (Perceptual Span) menitik beratkan pada penglihatan dan pendengaran, karena eksperimen pada kedua alat sensori itu lebih mudah dikontrol dari pada eks-perimen pada alat sensori lain. Seolah-olah ada 2 macam sensory memory yaitu : Visual memory dan Auditory memory. Visual memory (mata) berkaitan de-ngan iconic stroge sedangkan auditory memory (telinga) dengan echoic stroge.

 

Iconic Storage (Iconic Memory)


Mengapa kita seolah-olah masih melihat “sesuatu” walaupun kita sudah memejamkan mata ? Neisser (1967) menamakan ketepatan kesan visual dan kemampuan yang terbatas untuk memproses kondisi lain lebih lanjut sebagai Iconic Memory. Apakah kata  memory tepat untuk kondisi ini ?, menurut bebe-rapa ahli psikologi kognitif istilah “Memory” selalu melibatkan pengkodean dan penyimpanan informasi pada proses kognitif tingkat tinggi dipergunakan.
Iconic memory memang melibatkan aktivitas “penyimpanan”, akan tetapi penemuan terakhir menunjukkan bahwa iconic memory bebas/tidak melibat-kan proses tingkat tinggi seperti atensi.
Banyak peneliti menemukan bahwa informasi yang baru saja masuk, dipresen-tasikan secara akurat dalam iconic memory tapi segera menghilang dengan ce-pat, bila tidak dipakai untuk proses lebih lanjut. Oleh karena itu dapat dikata-kan bahwa jumlah rentang persepsi (Perceptual Span) adalah sejumlah infor-masi yang bisa dilaporkan sebelum informasi tersebut menghilang. Percobaan awal tentang visual sensory memory, dilakukan dengan “Whole Report Pro-cedure”.

                  X      M     R      J
                  C      N      K      P         -  diperlihatkan dengan cepat
                  V      F       L      B
Subyek diminta merecall sebanyak mungkin huruf yang dilihat. Hasilnya : rata-rata hanya mampu merecall 6 huruf.
Sperling (1960) mengatakan bahwa teknik tersebut hanya merupakan tes apa yang diingat orang dari apa yang yang mereka lihat, yang mungkin ber-beda dengan apa yang dipersepsi.
Icon – kesan visual (visual impression) mungkin mengandung lebih banyak dari pada apa yang kita ingat. Untuk membuktikan hal ini Sperling me-ngembangkan teknik baru yaitu “Partial Report procedure”.  Diperlihatkan pada subyek beberapa baris huruf dalam waktu 50 milidetik.

                  R      G      C
                  L      X      N
                  S       B      J
Perbedaan dengan “Whole Report Procedure”, subyek diberi isyarat untuk merecall baris per baris. Isyarat diberikan dengan nada-nada yang berbeda. Nada tinggi untuk baris 1, nada sedang untuk baris 2, nada rendah untuk baris 3. Hasilnya subyek mampu merecall 3 huruf dari tiap baris yang aku-rat. Jumlah keseluruhan item yang dapat di recall adalah 9, karena subyek tidak tahu sebelumnya baris mana yang akan direcall, maka dapat dikatakan bahwa kemampuan manusia merecall atau kemampuan gudang sensori (Sensory Store) adalah kira-kira 9 item. Percobaan selanjutnya dari Sperling :
Memperpanjang jarak waktu antara peragaan dan perintah merecall (bunyi nada). Hasilnya : Makin panjang jarak waktu antara perintah dan saat pe-nayangan huruf, makin sedikit huruf yang dapat direcall.

Sperling juga membuat variasi pada bidang visual setelah penayangan. Bi-dang yang terang : informasi hanya bertahan menetap selama 1 detik (mulai memudar ½ detik). Pada bidang yang gelap : informasi hanya bertahan 5 detik.

Kesimpulannya : bidang terang seolah-oleh mencuci memory. Nampaknya iconic storage (iconic memory) hanya mampu “menahan” informasi dalam waktu singkat saja atau dalam waktu yang terbatas. Hal ini berhubungan dengan kapasitas neural yang ada di retina. Dari percobaan-percobaan me-ngenai sensory storage (Sperling 1960, 1963, 1967) kita dapat memper-kirakan bahwa kapasitas Icon adalah kira-kira 9 item. Keterbatasan ke-mampuan ini disebabkan karena :

1.      Ketika stimulus diinterpretasikan dan dikodekan, hal ini memerlukan waktu. Rupanya pada saat yang sama apa yang ada di icon telah lenyap.
2.      Memulihkan kembali satu item akan menyebabkan kerusakan pada pe-mulihan kembali item berikutnya.

Kesimpulan tentang sifat dari iconic memory :
1.      Sifatnya transitori (tidak menetap).
2.      Bertahan hanya beberapa ratus milidetik.
3.      Sifatnya akurat (tepat).
4.      Mempunyai kapasitas “menjumlah” informasi.
5.      Bersifat independen (bebas) dari kontrol individu.
6.      Kapasitas penyimpanan kira-kira 9 item dan nampaknya bisa lebih dari itu.

Echoic Storage (Echoic Memory)
Apakah kita bisa mendengar, setelah suara menghilang ?. Gudang echoic mempunyai sifat yang hampir sama dengan gudang iconic. Seperti pada icon, yang memberi tambahan waktu pada kita untuk “melihat” stimulus yang menghilang, maka gudang echoic memberi tambahan waktu untuk mendengar pesan auditory. Kegunaan echoic storage menjadi jelas, pada saat kita membahas proses yang kompleks ketika kita memahami suatu pembicaraan.
Ada baiknya menilai perbedaan antara short term memory dan echoic memory ;

1.      Waktu penyimpanan dalam echoic memory sangat singkat (antara 250 milidetik dan 4 detik). Sedangkan dalam STM relatif lama (10 – 30 detik).
2.      Informasi auditory di dalam echoic storage maupun dalam STM sama-sama akurat, namun kemungkinan pada STM kurang tepat.
3.      Keduanya mempunyai kapasitas yang terbatas, namun memberi kita ke-mampuan untuk memahami isyarat-isyarat.

Percobaan tentang echoic storage dilakukan  Moray & Bates (1965); Darwin, Turvey, Crowder (1972). Tehniknya mirip dengan “Partial Pro-cedure” Subyek mendengarkan rekaman dengan Headphone stereo : 3 baris item yang dibacakan secara simultan (selama 1 detik),  karena efek stereo seolah-olah :

1 baris datang dari telinga kiri      B      2       L
1 baris datang dari kedua telinga  8       6       U
1 baris datang dari telinga kanan  F       R      10
Dibandingkan dengan “Whole Report Procedure”, tehnik “Partial Report Procedure” hasilnya lebih baik.
Ada dua macam echoic memory ; (1) penyimpanan jangka pendek : pe-nyimpanan paling sederhana yang menghilang kurang dari satu detik se-telah stimulus hilang. (2) penyimpanan jangka panjang : informasi yang di-dengar menghilang beberapa detik kemudian setelah stimulus menghilang (Matlin 1989)

Kesimpulan :
Iconic dan Echoic Storage/Memory memungkinkan kita menyeleksi infor-masi yang relevan untuk proses lebih lanjut (membaca, mendengarkan pi-dato, dll), dengan demikian memberikan pada kita pemecahan masalah ke-terbatasan kapasitas yang berkaitan dengan sistem proses informasi.

Sensasi dan Persepsi


Sensasi  :   Pendeteksian awal energi dari dunia fisik/nyata. Hal ini berkait-an dengan mekanisme sensori yaitu mata, telinga, mulut dll dan stimulus-stimulus yang ditangkap oleh alat-alat tersebut.
Persepsi  :  Melibatkan kegiatan kognisi tingkat tinggi dalam menginter-pretasikan informasi yang diperoleh dari proses sensori.
Ketika kita membaca buku, mendengar musik, mencium par-fum, makan bakmi dsb., terjadi peristiwa-peristiwa sensori, yang selanjutnya diproses sejalan dengan pengetahuan terdahulu yang telah kita miliki tentang “dunia”. Oleh karena itu dapat dikata-kan bahwa pengalaman kita mempengaruhi penerimaan dan pe-ngenalan informasi yang kita peroleh dari alat sensori.

Alasan mengapa para ahli tertarik pada proses persepsi :

  1. Karena adanya asumsi bahwa fenomena kognisi tingkat tinggi (berfikir, dsb) adalah suatu akibat dari peristiwa-peristiwa di luar organisme.
  2. Adanya bukti bahwa pendeteksian signal sensori yang dilakukan oleh individu dipengaruhi oleh sejarah intelektual masa lalu dan keinginan-keinginannya.
  3. Bentuk dan kekuatan informasi yang disimpan dalam memori yang ber-sifat abstrak, diasumsikan dapat dipelajari dari pengetahuan tentang sensori yang nyata.

Banyak penelitian tentang “pengalaman” sensori dan persepsi yang dila-kukan oleh para ahli psikologi kognitif. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kadang-kadang realitas dan persepsi tidak cocok, seperti halnya da-lam penelitian tentang ilusi yang dilakukan oleh Muller-Lyer.

                                                                                    A


                                                                                    B


Bagian-bagian garis A – sama, tapi nampak tidak sama.
Bagian-bagian garis B – tidak sama, tapi nampak sama.

Kesimpulan : Pendeteksian dan interpretasi suatu realitas dipengaruhi oleh pengetahuan yang kita miliki tentang pengalaman-pengalaman yang spe-sifik.

Timbul pertanyaan : Bagaimana kita mengalami kesalahan/distorsi dalam proses informasi sensori ?

  1. Pada tingkat sensori, informasi yang diperoleh (misalnya bau, rasa dll) bersifat spesifik dan seolah-olah nyata, namun pada tingkat interpretasi informasi tersebut sudah bersifat abstrak.
  2. Nampaknya segala sesuatu yang disimpan dalam memori kita berupa “penggambaran” abstrak dari realita yang nyata.
  3. Ketika kita mengeluarkan pendapat tentang “dunia” disekeliling kita, maka pendapat itu ditentukan oleh gabungan dari apa yang kita miliki dalam memori (abstrak) dengan apa yang kita peroleh dari indra kita (spesifik). Penggabungan antara sesuatu yang spesifik dengan sesuatu yang abstrak sering menimbulkan distorsi.

 

Pendeteksian Signal

Bagaimana hubungan antara energhi fisik yang ada dalam stimulus dengan hasil sensasi secara psikologis ?
Penelitian tentang bagaimana manusia mampu mendeteksi signal dimulai kira-kira tahun 1950 saat kaum Behavioris masih berkuasa. Secara perla-han-lahan kalangan psikolog sadar bahwa perilaku manusia adalah suatu hal yang kompleks.

Teori pendeteksian signal berasal dari teknik elektro dan statistik.
Dalam Perang Dunia II, para insinyur mengembangkan teori pendeteksian signal yang dipakai dalam pendeteksian pesawat terbang oleh radar. Akhir-nya, persamaan antara peralatan radar dan kemampuan manusia dalam mendeteksi sinar ditemukan oleh Tanner dan Swets (1954).


Ambang Batas (Threshold)
Mengapa kita mampu mengenali sesuatu dan sebaliknya mengapa kita tidak mampu mengenali sesuatu ?
Ketika sejumlah energi berhasil melalui suatu pembatas/tingkat yang dina-makan ambang batas, maka hal akan menarik perhatian neuron-neuron sen-sori (seperti seseorang yang berhasil melewati pintu). Energi yang berhasil melewati ambang batas dan menimbulkan aktivitas neuron disebut supra-liminal, sedangkan energi yang tidak berhasil menimbulkan aktivitas neural disebut berada di bawah ambang batas atau subliminal.
Apakah persyaratan ambang batas adalah sesuatu yang mutlak ?
Bila ambang batas sensori adalah sesuatu yang mutlak dan bersifat diskrit dan bila teknik pengukuran kita sempurna maka dapat diasumsikan bahwa hubungan antara kekuatan stimulus dan probabilitas pendeteksian stimulus adalah sebagai berikut :
Pada kenyataannya kita tidak selalu dapat mengenali informasi yang kita pe-roleh dari alat sensasi kita. Hal-hal yang menyebabkannya adalah :
  1. Magnitude atau kekuatan signal, yang memenuhi persyaratan dan tidak ambigius lebih mudah diidentifikasi. Contoh : seseorang (lawan jenis) sering melirik anda.
  2. Apakah kita mau menangkap signal dan memberi respon tergantung dari pengetahuan kita masa lalu dan konsekuensi yang diperoleh yaitu reward atau punishment.

Kesimpulan : Ambang batas sensori bukan merupakan hal yang absolut tetapi proses pendeteksian dipengaruhi oleh kekuatan signal dan proses keputusan yang ada pada diri individu.

Rentang Persepsi (Perceptual Span)

Pertanyaan : Seberapa banyak yang kita (bias) alami dari suatu kejadian yang singkat ?.  Contoh :

Bila kita menutup mata, kita tetap “melihat” dunia. Bila sepotong lagu lenyap, kta seolah-olah masih mendengar. Bila kita mengangkat tangan dari satu per-mukaan, seolah-olah kita masih merasakan. Hal ini berkaitan dengan Iconic dan Echoic memory.

Gb.1.
Energi fisik yang diterima individu, menstimulasi sistem sensori, dirubah men-jadi energi neural, disimpan dalam waktu yang singkat dalam gudang sensori (Sensori Storage), dikirim untuk proses selanjutnya oleh sistem saraf sentral dan dikodekan, dan melewati sistem memori yang diproses, hasilnya dapat me-nimbulkan respon-respon yang dapat berperan sebagai bagian dari kumpulan-kumpulan stimulus untuk proses-proses selanjutnya.

3.b. Pengenalan Pola (Pattern Recognition)
       Pencatatan indra menyimpan informasi yang diterima melalui system indra dalam bentuk masih kasar, dan belum diproses samasekali. Sementara itu pro-ses pengenalan pola merupakan tahap lanjutan setelah pencatatan indra. Pe-ngenalan pola merupakan proses transformasi dan pengorganisasian infor-masi yang masih kasar tersebut sehingga memiliki makna tertentu. Dengan demikian pengenalan pola merupakan proses mengidentifikasi stimulus indra yang ter-susun  sacara rumit . Pengenalan pola melibatkan proses mebandingkan stimu-lus indra dengan informasi yang disimpan dalam ingatan jangka panjang.
       Suatu pola merupakan suatu komposisi yang komplex dari stimulus sensori yang dikenali observer (manusia) sebagai satu anggota dari sekelompok obyek. Mis : Bila saya melihat wajah dari teman, mendengar musik, dan merasakan sepiring bakmi, maka saya dapat mengenali tiap perpsepsi tersebut. Sebagai se-suatu yang pernah saya alami sebelumnya.
Pertanyaannya : bagaimana bentuk mekanisme kognitif dalam mengenali pola-pola yang komplek tersebut. ?. Melihat hidung, mata, bibir, pipi, dagu, telinga, rambut dan kemudian merangkaikan atau Melihat keseluruhan wajah dulu, ba-ru mengenali hidung, mata, bibir, dagu dan seterusnya. Kemampuan mengenal pola-pola dari informasi sensori yang telah dikenal adalah sifat yang menge-sankan dari manusia dan binatang. Sifat ini membuat kita dapat mengenali te-man lama kita antara orang banyak, membaca huruf-huruf, mengenal seluruh lagu dari beberapa nada dan sebagainya.

Ada dua macam pengenalan pola  :
(1) Data Driven, yaitu persepsi dari signal-signal sensori yang sederhana dan (2) Conceptually Driven, yaitu persepsi dari pola-pola yang kompleks.
       Psikologi Gestalt menjelaskan teori pola dengan prinsip utama yang me-ngatakan bahwa keseluruhan lebih penting dari pada bagian. Prinsip-prinsip lainnya adalah proximity, similarity, continuity, dan closure.
       Perspektif kanonik adalah penggambaran yang lebih baik dalam menggam-barkan suatu obyek yang dimiliki (ditangkap) individu.
      Bottom-up terjadi apabila proses pengenalan pola dimulai dari bagian-ba-gian menuju pada pengenalan keseluruhan. Top-down, terjadi bila proses pe-ngenalan pola dari keseluruhan menuju bagian-bagian.
      Ide dasar “Template Matching” adalah membandingkan obyek yang dilihat dengan model/contoh yang sudah ada di otak.
Teori “Distinctive-feature” (“Feature Analysis”) muncul karena adanya kele-mahan pada Template Matching. Prinsip dari Feature Analysis : suatu stimulus adalah  kombinasi dari elemen-elemen penting.
      Alternatif lain dalam pengenalan pola adalah “Pencocokan Prototipe”. Su-atu prototipe adalah semacam abstraksi dari pola yang disimpan dalam long term memory dan merupakan penggambaran terbaik dari suatu pola.

Pendekatan-pendekatan tentang Pengenalan Pola Visual
1.      Psikologi Gestalt : pengenalan pola berdasarkan pada persepsi atas seluruh pola dari stimulus. Bagian mempunyai arti karena ia menjadi anggota dari suatu keseluruhan.
2.       Proses Bottom-Up/Top-Down :
a.       Pengenalan pola dimulai dari bagian-bagian dari pola (bottom-up), dan apabila digabungkan akan menuju pada pengenalan seluruh pola, atau
b.      Pengenalan tentang keseluruhan akan menuju ke pengenalan dari kom-ponen-komponennya (top-down).
3.       Template Matching :
Template = model, contoh. Pengenalan pola terjadi bila ada keserasian/ kesamaan antara stimulus sensori dengan suatu bentuk mental internal yang ada dalam otak.
4.       Feature analysis :
Feature = elemen yang penting. Pengenalan pola terjadi setelah ada analisa awal pada stimulus yang masuk, menurut feature yang sederhana (sama dengan botom-up feature).
5.      Pengenalan Prototype : pengenalan pola terjadi ketika keserasian terjadi antara pola yang dipersepsi dengan pola abstrak atau pola mental yang ideal

Teori Gestalt
Prinsip Gestalt : semua stimulus bekerja bersma-sama membentuk kesan yang mengarah pada suatu keseluruhan. Keseluruhan lebih penting/berarti dari pada bagian.

Contoh :





Wertheimer (1923) mengatakan bahwa beberapa pola dari stimulus, cenderung terorganisir secara spontan.
Contoh :
                          


Atau :
 





Cenderung terlihat sebagai segi empat, lingkaran atau bentuk abstrak.
Prinsip organisasi Gestalt :
1.       Proximity (keterdekatan)


2.       Similarity (kesamaan)
                 
                  X      X      X      X      X
 

                  X      X      X      X      X

3.       Continuity (kesinambungan)
A                                                                 D


      C                                                               B
4.       Closure (ketertutupan)
 



Walaupun pengorganisasian kembali terjadi dengan begitu saja, terdapat pe-ngaruh proses mental tingkat tinggi (Mis. Memori) pada persepsi.
Contoh :




Bentuk pertama tidak mengingatkan kita pada sebuah “Kotak”, seperti bentuk kedua, padahal ke dua bentuk tersebut identik, hanya berbeda 45 derajat.

Proses “Bottom-up dan Top Down
Bagaimana kita mengenal suatu pola ?
Mis : Apakah kita mengenal seekor anjing karena sebelumnya kita mengenal bulunya, empat kakinya, mata telinga dan seterusnya. Atau apakah kita me-ngenal bagian-bagian tersebut karena  kita lebih dulu mengenal seekor anjing ?

Bottom-up : terjadi apabila proses pengenalan pola dimulai dari bagian-bagian dari pola yang juga menjadi dasar dari pengenalan keseluruhan.
Top-down : bermula pada pengenalan keseluruhan, yang berlanjut pada  pe-ngenalan bagian-bagian atau komponen-komponen.

Palmer mengatakan bahwa pada kondisi umum, interpretasi dari bagian-bagian dan keseluruhan (pada proses top-dawn & bottom-up) terjadi secara simultan.
Percobaan Palmer : Bagian-bagian dari wajah tidak mudah dikenali apabila di-lihat sendiri-sendiri, meskipun bisa dikenali apabila informasi atau detail-detail ditambahkan. Biederman mengatakan bahwa ada beberapa syarat agar suatu obyek dapat dikenali yaitu :

1.       Harus ada latar belakangnya
2.       Obyek harus mempunyai alas
3.       Harus ada konteks tertentu
4.       Obyek harus mempunyai ukuran tertentu yang sudah dikenal.
5.       Posisi dari obyek harus masuk akal.

Template Matching

Asumsi :
1.       Apa yang diperoleh retina sebagai gambaran dari suatu obyek dikirim ke otak secara persis.
2.       Ada usaha di otak yang membandingkan gambar tersebut secara langsung dengan beberapa macam pola yang disimpan dalam otak.

Ide dasar : sistem persepsi mencoba membandingkan huruf yang dilihat dengan beberapa model/contoh (template) di otak.

Gb. (a)    :        Hubungan dapat diciptakan --- huruf A dapat dikenali
                       A        A
Gb. (b) : Hubungan antara input L dan pola model A tidak diperoleh,

                       L         A
Gb. (c)    :        L cocok dengan diagram.                    
                       L         L

Gb. (d) : Bila kesan yang diperoleh jatuh pada bagian yang salah

                        U             U
Gb. (e)    :        Ukuran dari kesan --- salah
                                        S                S

Gb. (f) : Orientasi dari kesan, salah
                                             

Gb. (g) dan (h) : bila kesannya adalah bukan S yang, standart.




Kelemahan :
1.      Diperlukan suatu sistem yang standart dan spesifik agar pencocokan model dapat berlangsung dan model dapat berlangsung dan model dapat dikenali.
2.      Apabila kita menyimpan banyak model/tamplate maka otak kita akan men-jadi penuh, dan untuk mengenal suatu pola diperlukan waktu yang relatif lama. Pada kenyataannya, pada diri manusia pengenalan suatu pola dapat terjadi dengan flexibel dan relatif cepat, contoh :  Kita dapat mengenal :

-          Karakter yang       BESAR
-          Karakter yang       KECIL
-          Karakter yang ber -UKURAN YAnG aNeh
-          TERBALIKDengan suatu usaha kita dapat mengenali karakter yang 

Tamplate Matching Dalam Komputer
     Tamplate matching merupakan dasar dari sistem pengkodean dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh    :

1.      Hampir semua bank di U.S menggunakan suatu sistem untuk mengidenti-fikasikan account dengan digit-digit khusus yang dicetak pada bagian bawah selembar check.
2.      Banyak supermarket menggunakan kode-kode yang dicetak pada pembung-kus barang, untuk mempercepat proses checkout dan sekaligus menjaga ba-rang dari pencurian.
Kode-kode tersebut merupakan identifikasi item, selanjutnya komputer me-ngirim besarnya harga barang tersebut ke tape mesin hitung.
Cara kerja : Kode-kode dikonversikan oleh scanner menjadi impuls-impuls listrik yang membentuk pola-pola signal yang dikirim ke komputer, yang kemudian mengidentifikasikan pola-pola tersebut dengan cara mencocok-kannya dengan template (analog) dalam memori komputer tersebut.

Distinctive Feature (Feature Analysis)

       Disebabkan karena adanya kelemahan dari template matching. Prinsip da-sar : Stimulus adalah suatu kombinasi dari elemen-elemen yang penting (fea-tures). Features dari alphabet bisa terdiri dari :

-          Garis horizontal          -    Garis dengan sudut  lb-kr  45 derajat
-          Garis vertical              -    Garis lengkung

Contoh : huruf A terdiri dari : dua garis membentuk sudut 45 derajat dan satu garis horizontal.

Kelebihan Features Analysis daripada Template Matching antara lain :
1.      Karena sifatnya yang lebih sederhana, maka sistem ini dapat mengatasi ke-lemahan template matching.
2.      Ada kemungkinan untuk menspesifikasikan hubungan yang paling kritis diantara features dalam suatu pola.
      Contoh : Pada huruf A, 2 garis yang bersudut 45 saling memotong pada puncak, satu garis horizontal memotong ke dua garis tersebut. De-tail-detail lain tidak penting, jadi walaupun bentuknya agak lain, huruf tersebut akan tetap berbunyi A.
3.      Dalam model Features, kita tidak harus mempunyai satu contoh (template) untuk tiap pola yang mungkin terjadi, akan tetapi cukup mengenali feature-feature yang penting saja.
4.       Penggunaan features akan mengurangi jumlah template yang dibutuhkan.
5.      Karena banyak pola yang bisa diwakili oleh feature yang sama, maka hal ini merupakan pengiritan.

Percobaan Kinney membuktikan bahwa orang memilih item-item dengan fea-ture yang sama dalam merespon, misal :

                   Huruf C dan G ------ cenderung sering kacau.

Huruf G diperlihatkan dengan cepat, ternyata terdapat 29 macam kesalahan :

21   menyebut    C            1  menyebut  B
 6    menyebut    O            1  menyebut   9,  dan tidak ada kesalahan  lain

Teori Attribute Frequency :

     Percobaan Solso dan McCarthy membuktikan bahwa suatu prototipe adalah sinonim dengan “contoh yang terbaik” dari satu set pola. Selanjutnya dapat ju-ga dijelaskan bahwa prototipe adalah suatu pola yang menggambungkan fea-ture-feature yang paling sering terekspresi (terlihat) dalam saru seri contoh. Feature- feature yang berupa komponen geometri adalah bagian-bagian yang membentuk prototipe.

Pencocokan Prototipe
     Alternatif lain dari template matching dan feature analisis dalam pengenal-an pola adalah pecocokan prototipe.
     Berbeda dengan template dan feature (yang spesifik) yang harus kita kenali, teori prototipe mengatakan bahwa terjadi beberapa abstraksi dari pola yang disimpan dalam LTM, dan abstraksi ini disajikan sebagai prototipe. Namun demikian prototipe bukan hanya sekedar suatu abstraksi dari satu set stimulus, tetapi prototipe adalah representasi (penggambaran) yang paling baik dari suatu pola. Bukti bahwa pencocokan secara prototipe ada disekeliling kita. Contoh : kita tetap bisa mengenal sebuah VW, walaupun berbeda dalam warna, ataupun bila mempunyai embel-embel (asesories) yang berbeda dengan model yang ideal yang terdapat dalam kepala kita.
      Teori Prototipe : Central Tendency dan Attribute-Frequency, maksudnya ; prototipe adalah representatif dari rata-rata atau mean dari satu set contoh.       Dalam eksperimen Posner & Reed dapat dilihat bahwa prototipe adalah suatu abstraksi dari sebuah gambar.
Faktor-faktor yang mempengaruhi Pengenalan Pola
       Pada dasarnya factor kontekstual sangat mempengaruhi proses pengenalan pola. Adapun factor kontekstual tersebut menyangkut keterkaitan objek persepsi dengan serangkaian objek-objek yang lain baik dalam bentuk sebuah gambar peristiwa atau situasi maupun sebuah kata atau kalimat.

a.   Object Superiority Effect
        Sebuah objek akan lebih cepat dikenal apabila objek tersebut merupakan bagian dari rangkaian objek-objek yang lain, dan bukan berdiri sendiri yang terpisah dengan yang lain (in isolation). Misal ; orang lebih tepat menaksir pan-jang sebuah garis apabila garis itu merupakan bagian dari sebuah gambar segi-tiga daripada garis itu disajikan secara terpisah atau sendirian.

b.      Word Superiority Effect
   Sebuah huruf akan lebih cepat dikenal apabila huruf itu merupakan bagian dari sebuh kata daripada disajikan sendiri. Demikian juga sebuah kata akan lebih cepat dikenal apabila kata itu merupakan bagian dari sebuah kalimat daripada sendirian.  

3.c.  Perhatian (Attention)
Perhatian adalah proses konsentrasi atau pemusatan aktivitas mental. Proses perhatian melibatkan pemusatan pada tugas mental (pikiran) tertentu sambil berusaha mengabaikan stimulus lain yang mengganggu, misalnya ; orang yang sedang mengikuti ujian. Perhatian juga bisa menunjuk pada proses pemerik-saan beberapa pesan sekaligus kemudian mengabaikannya kecuali hanya satu pesan (Matlin, 1989). Dengan kata lain perhatian melibatkan proses seleksi ter-hadap beberapa objek yang hadir saat itu, kemudian pada waktu yang sama se-seorang memilih hanya satu objek, sementara objek-objek yang lain diabaikan.
     Dengan demikian perhatian mempunyai peran penting dalam penseleksian informasi untuk proses lebih lanjut. Selain itu perhatian merupakan sumber mental yang memiliki keterbatasan. Hal ini bisa diumpamakan dengan “ener-gi”, “ruang kerja” dan “kegiatan” : (1) Energi – adanya keterbatasan energi di-tunjukkan dengan apabila diberikan banyak tugas, hasilnya akan menurun. (2) Ruang kerja – Suatu ruang yang hanya mampu memuat/mewujudkan beberapa tugas. (3) Kegiatan – Ibarat seorang petugas yang mampu melaksanakan banyak tugas, tetapi hanya satu tugas yang bisa dikerjakan dalam satu waktu.
     Keterbatasan perhatian menyebabkan kegagalan dalam tugas-tugas visual dan auditori, namun ada tugas-tugas yang tidak memerlukan perhatian secara bersamaan dapat diwujudkan secara serempak, misal : berjalan sambil bicara.
Faktor Eksternal Penarik Perhatian

1.      Gerakan                       3. Kebaruan (Novelty)
2.      Intensitas Stimuli        4. Pengulangan

Faktor Internal Penarik Perhatian
1.      Faktor Biologi
2.      Faktor Sosio Psikologis (Motif, Sikap, Kemauan)

Perhatian Terbagi dan Perhatian Selektif
    Perhatian dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, diantaranya ; perhatian terbagi (divided attention), dan perhatian selektif (selective attention). Per-hatian terbagi terjadi pada saat orang dihadapkan pada lebih dari satu sumber pesan atau sumber informasi yang saling berkompetisi, sehingga orang tersebut harus membagi perhatian, misal ; pada waktu seseorang sedang mengemu-dikan mobil di jalan raya di pusat kota yang padat lalu lintasnya, atau sese-orang sedang berbelanja di pasar yang ramai pengunjung, maka perhatian orang tersebut akan terbagi ke dalam berbagai macam objek dalam waktu yang bersamaan.
     Perhatian selektif terjadi pada waktu orang dihadapkan pada dua tugas atau lebih secara bersamaan waktunya. Orang tersebut harus memusatkan perha-tiannya kepada satu tugas dan mengabaikan tugas-tugas lainnya.

Proses praperhatian dan perhatian terfokus
      Menurut feature integration theory, proses perhatian dibedakan menjadi dua macam, yaitu praperhatian dan perhatian terfokus. Proses praperhatian me-rupakan tahap awal perhatian, yang melibatkan aktivitas pencatatan sifat-sifat objek secara otomatis, menggunakan proses paralel terhadap semua medan visual. Proses ini hanya menuntut perhatian tingkat rendah, untuk itu situasi di dalam proses hampir menyerupai proses otomatis. Perhatian terfokus meru-pakan tahap kedua dalam proses perhatian. Perhatian terfokus ini mencakup proses serial atau bertahap, mengidentifikasi objek-objek yang ada pada saat itu. Proses perhatian terfokus ini sama dengan istilah lain yang disebut dengan proses terkendali.

Teori-teori Perhatian
Pada awalnya teori-teori perhatian didasari pemikiran bahwa : (1) Individu hanya sanggup memperoleh sejumlah informasi yang terbatas pada suatu waktu (bottleneck concept). (2) Kapasitas perhatian bersifat flexible dan sangat ter-gantung pada jenis tugas serta banyaknya latihan yang diikuti seseorang.

a.      Teori Penyaringan (Filter Theory)

Asumsi :   Proses perhatian melibatkan proses seleksi/memilih aspek-aspek tertentu dari stimulus informasi, karena manusia mempunyai keterbatasan untuk dapat memproses sejumlah informasi dalam waktu bersamaan.

     1.  Seleksi pada awal proses perhatian.
Teori ini berasumsi bahwa memperhatikan itu hanya menerima dari sa-tu sumber informasi yang dimungkinkan bisa mencapai tahap pemro-sesan yang memiliki makna. Informasi yang tidak diawasi secara aktif kemudian disaring atau dihalangi pada awal proses sehingga tidak akan pernah sampai pada proses yang lebih tinggi sebagai kelanjutannya (seleksi berlangsung pada awal – bukan akhir pemrosesan informasi).       
            Seleksi awal ini terdiri atas 2 model :

1.      Switch Model  (seperti tombol on-off)
2.      Attenuator Model (seperti mengatur volume)
2.      Seleksi pada akhir proses perhatian.
Teori ini berasumsi bahwa perhatian terjadi saat respon keluaran, bukan terjadi di awal. Bahwa semua informasi dapat membangkitkan repre-sentasi ingatan jangka panjang, karena semua informasi tersebut telah diketahui dan dikenali, namun karena keterbatasan kognisi manusia ma-ka hanya satu respon saja yang sanggup diorganisasikan.

            Artinya :  Manusia tidak mampu memusatkan perhatian pada semua in-formasi yang mengaktifkan LTM dan harus memilih seba-gian saja untuk menghasilkan respon-respon tertentu.

b. Teori Penjatahan Kapasitas (Limited Capacity Theory)

     Asumsi :  Bahwa sumber-sumber kapasitas kognitif itu terbatas.
Artinya: - Tugas-tugas yang berlainan menuntut jumlah kapa-  sistas kognitif yang juga berlainan.
-    Jumlah aktivitas yang dapat dilakukan secara bersa-maan ditentukan oleh besar-kecilnya kapasitas yang dibutuhkan masing-masing aktivitas
               - Yang terpenting, menentukan mana tugas yang harus diselesaikan dan seberapa baik tugas tersebut dapat dilakukan.

Beberapa Hal yang Perlu Diperhatikan :

     1.   Proses Otomatisasi dan Terkendali
         Ada sejumlah tugas yang menyita sumber kapasitas kognitif yang ba-nyak sehingga menyulitkan jika harus melakukan aktivitas lain secara bersamaan (serial).
            Ada beberapa tugas yang dapat dilakukan bersamaan dengan aktivitas lain sehingga masih menyisakan sumber energi lain (paralel).
            Proses otomatisasi digunakan pada tugas-tugas yang melibatkan objek-objek yang sudah sering dikenal/akrab.
            Proses terkendali digunakan untuk tugas-tugas yang baru atau belum banyak dikenal.
2.   Perkembangan otomatisasi dan Pelatihan
Pencatatan indra dan analisis ciri-ciri khusus suatu objek adalah contoh otomatisasi.
Suatu tugas/pekerjaan yang semula harus dilakukan dengan susah pa-yah, menyita banyak kapasitas dan energi psikis akan menjadi otomatis berkat adanya latihan yang dilakukan berulang-ulang. Akan tetapi mes-kipun latihan efektif tetap merupakan upaya penting untuk menjadikan suatu aktivitas menjadi otomatis bukanlah jaminan utama.
3.      Kesadaran
Adalah istilah yang sangat berhubungan dengan perhatian, tetapi kesa-daran tidak identik dengan perhatian. Hilgard membedakan dua kesa-daran :  (a). Kesadaran pasif, adalah kesadaran seseorang tentang ling-kungan, pada waktu melamun, menikmati keindahan karya seni, men-dengarkan musik. (b). Kesadaran aktif melibatkan kebutuhan untuk me-rencanakan, membuat keputusan, dan melakukan keputusan tersebut. Kesadaran aktif digunakan saat sedang mempelajari pengetahuan dan perilaku yang baru, menghadapi situasi yang memerlukan pembu-atan keputusan, dan saat proses otomatis terhalang.
4.   Persepsi di balik Pesan Utama
Persepsi dibalik pesan utama terjadi ketika stimulus yang tampaknya ti-dak diperhatikan atau tanpa disadari keberadaannya oleh seseorang na-mun secara diam-diam mempengaruhi perilaku orang tersebut di kemu-dian waktu, misalnya ; pesan-pesan dalam promosi sebuah produk ter-tentu di televise. Orang tidak hanya mempersepsikan produk yang di-maksud, tetapi tanpa disadari orang bisa mempersepsi objek yang men-jadi latar belakang promosi tersebut.
5.   Ilusi atau Kesalahan Persepsi
Kesalahan persepsi biasanya disebut ilusi, contoh umum ; ilusi tentang bulan, jika posisi bulan rendah pada permukaan horizontal akan nam-pak lebih besar daripada bulan pada posisi tinggi di langit.
6.    Menahan Persepsi (Perceptual Defence)     
Biasanya stimulus yang bermuatan emosi cenderung kurang siap untuk dipersepsi daripada stimulus netral, misalnya ; apabila kepada seseo-rang dihadirkan kata-kata tabu atau cabul maka ia akan menghindari untuk mempersepsi kata-kata tersebu
7.   Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi
Hasil suatu persepsi akan ditentukan oleh kombinasi antara sifat-sifat yang ada pada stimulus yang dipersepsi itu sendiri (bottom-up) dan juga oleh pengetahuan yang relevan dengan stimulus itu yang telah disimpan dalam ingatan seseorang (top-down)        

4.     a.   SPATIAL IMAGES DAN LINEAR ORDERING

       Dual code theory dari Bower (1972), dan Paivio (1991), adalah merupakan teori yang menjelaskan tentang istilah spatial yang berhubungan dengan mo-dalitas visual dan istilah linier yang dihubungkan dengan modalitas verbal.
      Proses rotasi bentuk dalam mental manusia analog dengan rotasi bentuk fi-sik yang sesungguhnya. Makin besar sudut putaran, makin lama subyek mela-kukan rotasi dengan sempurna. Ketika seseorang mengoperasikan suatu angan-angan mental/mental image, ia terlihat masuk dalam suatu proses yang analog dengan obyek fisik yang sesungguhnya. Ada kemiripan antara mental image dengan obyek fisik yang sesungguhnya.
      Percobaan Carmichael menunjukkan bahwa image mudah didestorsi oleh pengetahuan umum. Dalam linier ordering, subyek lebih berhasil mengingat struktur dari awal rangkaian (front anchoring).
       Spatial images atau gambaran-gambaran spasial memberikan informasi tentang posisi obyek dalam “ruangan”, sedangkan Linear ordering atau susunan linear memberikan penjelasan tentang rangkaian suatu “kejadian/peristiwa”, misalnya susunan kata-kata dalam suatu kalimat.

1.  Penyajian Spatial >< Linear

      Eksperimen Santa (1977) : eksperimen dengan 2 macam kondisi :

  1. Kondisi geometris :
-          Ditunjukkan satu gambar dengan 3 obyek geometris (segi tiga, ling-karan dan segi empat) dengan susunan spasial yang dengan mudah di-identifikasi sebagai gambar wajah manusia.
-          Setelah subyek mempelajari, gambar diambil,  pada subyek ditunjukkan sepasang gambar, yang satu dengan susunan spasial dan yang lainnya dengan susunan linear.
-          Subyek merespon dengan cepat pada gambar dengan susunan spasial (sama dengan gambar pertama) walaupun elemennya tidak sama.  
  1. Kondisi verbal
-          Ditunjukkan gambar tiga kata yang disusun secara spasial.
-          Setelah dipelajari, gambar diambil dan subyek diberi dua gambar de-ngan tiga kata dimana gambar yang pertama disusun secara spatial dan gambar yang kedua disusun secara linear.
-          Subyek merespon dengan cepat gambar-gambar dengan susunan linear daripada susunan spasial, walaupun gambar tersebut tidak sama ele-mennya dengan gambar pertama.
     
 Kesimpulan :  Obyek geometris cenderung disimpan dengan posisi spasial dan sebaliknya kondisi verbal cenderung disimpan menurut posisi linear.

2.  Mental Imagery dan Mental Rotation (Perputaran secara Mental)

       Adalah proses mental yang berkaitan dengan spasial image (gambaran spasial) atau mental image (gambaran mental).
Percobaan Sheperd & Metzler (1971)  :

-          Subyek diminta mengidentifikasi beberapa pasang gambar dan diminta mencermati apakah tiap pasang gambar adalah identik satu sama lain.
-          Dua gambar (a dan b) adalah identik, tapi berbeda orientasi.
-          Subyek mengatakan bahwa dalam mencocokkan kedua bentuk mereka me-mutar salah satu obyek dalam masing-masing pasangan secara mental sam-pai mereka cocok dengan obyek yang lain.
-          Gambar c tidak identik.
-          Ternyata waktu yang dipakai untuk identifikasi gambar a, sama dengan gambar b.

      Kesimpulan :
a.       Proses mental analog dengan rotasi fisik
b.      Makin besar sudut perputaran, makin lama subyek me-lakukan rotasi dengan sempurna. 

3.a.  Perpindahan /Transformasi Image

Percobaan Shepard & Feng (1972) :

  1. Subyek diberi tugas untuk mengamati gambar dari suatu kotak dari ker-tas yang telah dibuka lipatannya menjadi 6 bagian, dan diminta mengi-dentifikasi apakah ujung dari kedua panah yang ada pada gambar ber-temu satu sama lain, bila kotak ditutup.
  2. Waktu yang diperlukan oleh subyek untuk menjawab dicatat dan ter-nyata subyek terlibat dengan suatu proses mental. Data mendekati suatu fungsi linear dari jumlah lipatan.
  3. Percobaan Kosslyn, Ball dan Reiser (1978) Memperlihatkan bahwa su-byek membutuhkan waktu untuk memperhatikan dua lokasi dalam gambaran mental (mental image)
  4. Pada suatu pulau fiktif terdapat :
Gubug, satu pohon, satu karang, satu sumur, satu danau, pasir dan rum-put. Subyek dilatih sampai bisa menggambar benda-benda tersebut pada peta dengan cermat.
  1. Subyek kemudian diminta membayangkan peta pulau tersebut.
  2. Satu obyek disebut (mis. pohon) dan subyek diminta membayangkan letak obyek tersebut.
  3. Lima menit kemudian obyek kedua disebut, dan subyek diminta untuk membayangkan letak obyek kedua dan menekan tombol apabila telah berhasil mebayangkan letak obyek kedua dengan tepat. Waktu yang dibutuhkan oleh subyek dicatat.
  4. Ternyata makin jauh letak antara kedua obyek, makin lama waktu yang dibutuhkan.

Kesimpulan : Subyek melakukan suatu proses mental yang analog dengan proses fisik

     

      Ringkasan

  • Ketika seseorang mengoperasikan mental image, ia terlihat masuk suatu proses yang analog dengan obyek fisik yang sesungguhnya.
  • Dalam rotasi, melipat kertas dan membayangkan, alokasi waktu yang dibutuhkan bertambah sesuai dengan waktu yang diperlukan untuk me-lakukan pekerjaan fisik yang sama.
  • Penemuan ini membuktikan adanya kedekatan/kemiripan antara suatu mental image dengan suatu obyek fisik.
  • Mental image adalah menyerupai persepsi visual dari suatu obyek.

3.b..  Angan-Angan (Images)  dan Gambar Mental (Mental Pictures)

       Manusia mempunyai kecenderungan menganggap bahwa image adalah “gambar yang ada dalam kepala atau gambar mental”. Pengertian :

  1. Image bersifat abstrak dan tidak terikat pada sifat-sifat visual. Sifat vi-sual adalah sesuatu yang berhubungan dengan parabaan dan pengala-man visual.
  2. Sesuatu hal/peristiwa lebih mudah digambarkan sebagai suatu picture (gambar) dari pada diwujudkan sebagai suatu image (Simon, 1978).

      Contoh :

“Bayangkan perintah berikut ini dan jangan digambar.
Bila anda turun dari stasiun Gubeng, anda harus menuju arah selatan, melewati beberapa perempatan, teruskan sampai suatu pertigaan dima-na anda harus memilih belok ke kiri atau ke kanan. Pilih belok ke kiri, jalan terus ke arah Timur sampai anda menemui jalan dengan dua jalur, dan pada perempatan pertama anda harus memilih arah barat dengan berbelok ke kanan. Di jalan ini anda menemui beberapa perempatan de-ngan lampu merah dan pertigaan, tetapi pilih perempatan yang kedua, belok kiri, jalan terus ke arah timur, lewati jembatan dan kira-kira 500 m dari jembatan, rumah sebelah kiri adalah tempat yang anda tuju”.
Tugas ini cukup sulit karena melibatkan mata angin dan jarak yang le-bih mudah digambar dari pada dibayangkan.

  1. Image lebih mudah dipengaruhi/didestorsi oleh pengetahuan umum. Penelitian Carmichael et al. (1932) ; Kepada subyek diperlihatkan gam-bar dengan dua nama. Ketika disuruh menggambar kembali dari memo-ri mereka, subyek sering dikacaukan dengan nama dari gambar tersebut.
Kesimpulan    :  Memory subyek untuk sifat-sifat fisik dari suatu gam-bar mudah didestorsi oleh pengetahuan tentang gambar tersebut. Gambar yang sesungguhnya tidak bisa dika-caukan oleh/dengan pengetahuan, sedangkan image le-bih mudah dibentuk dibandingkan dengan gambar.

  1. Image terdiri dari bagian-bagian atau unit-unit, sedangkan gambar ti-dak. Percobaan Reed (1974); Reed & Johnsons (1975) : pada subyek di-tunjukkan gambar (a) dibawah ini, dan diminta untuk mengingat ben-tuknya, kemudian gambar dengan cepat diambil.

65 % dari subyek dapat mengidentifikasi bentuk (b) dan (c) sebagai bagian dari gambar (a), dan hanya 10 % yang dapat mengingat  bentuk (d) sebagai bagian dari gambar (a).
Hal ini disebabkan karena images subyek tentang gambar (a) terdiri dari bagian-bagian seperti bentuk (b) dan (c), tetapi tidak bentuk (d).
Pada sebuah gambar fisik, semua bagian dari gambar (a) akan diperli-hatkan secara sama dan nyata. Suatu gambar fisik adalah hanya “tinta di atas kertas”, yang membuat segmentasi adalah proses dalam pikiran pe-nerima/respondent gambar.
Image yang kompeks adalah suatu hirarki dari unit-unit, misalnya gam-bar dibawah ini :
 





 





Pada awalnya, rumah terlihat sebagai segitiga dan empat persegi. Se-terusnya segi tiga dan empat persegi terlihat sebagai unit-unit yang di-namakan garis. Istilah CHUNK dipergunakan dalam psikologi kogni-tif untuk menyebutkan unit seperti segitiga.
Chunk adalah gabungan dari unit-unit primitif (mis : garis) dan chunk juga unit dasar dari suatu susunan yang lebih besar.

3.c. Linear Ordering


l  Penelitian dengan rangkaian huruf mati : KRTB.
Subyek diminta merecall digit-digit yang bisa terbentuk dari huruf-huruf tersebut. Hasilnya :

1.   Identik  K R T B
  1. Dua huruf deman sama K R B T
  2. Satu huruf depan sama K T B R
  3. Dua huruf belakang sama R K T B
  4. Sama huruf belakang T K R B
  5. Sama sekali berbeda T K B R

Ternyata subyek lebih berhasil mengingat struktur dari awal rangkaian (front anchoring).

l  Struktur hirarki dari rangkaian yang panjang.
Penelitian oleh Johnson (1970) :
Subyek disuruh menghafal rangkaian kata :

                  DY      JHQ    GW

Ketika subyek disuruh merecall kembali, hasilnya subyek cenderung mem-perlakukan rangkaian tersebut sebagai suatu unit-unit. Apabila ia merecall huruf pertama suatu unit, maka kemungkinannya 90 % akan merecall huruf berikutnya. Misalnya : apabila ia merecall J maka mereka selanjutnya cen-derung merecall H.  Hanya 70 % probabilitas yang merecall Y kemudian J.

Persamaan Spatial images & Linear ordering
1.      Keduanya adalah bentuk abstrak dari stimulus asli.
Spatial image      :  menghadirkan posisi obyek dalam ruang.
Linear ordering :  menghadirkan posisi obyek dalam rangkaian.
2.      Spatial images dan Linear orderings dapat dikodekan menjadi susunan yang bersifat hirarkhis, dimana unit yang kecil nampak sebagai “Chunk” dari unit yang besar.
3.      Memori manusia mencoba mengkodekan dunia dalam paket-paket yang ke-cil dan gampang diproses, dan apabila terlalu banyak bagian-bagian yang perlu diingat maka ada kecenderungan menciptakan paket dalam paket. Hal ini disebabkan karena kemampuan memproses informasi dalam diri ma-nusia, terbatas.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengetahuan dapat : 

1.      Disajikan secara IMAGES yang mengkodekan struktur spasial dari bagian-bagian (aitem-aitem) dan juga dapat disajikan secara LINEAR ORDERING yang mengkodekan rangkaian dari aitem-aitem.
2.      Apabila diminta untuk mewujudkan suatu mental transformasi (perubahan mental) pada suatu image, misalnya memutarnya 180%, orang akan mem-bayangkan image tersebut berputar menembus suatu bidang. Makin besar transformasi yang harus dibentuk, makin lama subyek mewujudkannya.
3.      Bila seseorang diminta membandingkan dua obyek mental (mis : besarnya) maka ia akan melakukan proses yang sama seperti membandingkan dua obyek fisik yang nyata.
4.      Suatu mental image tidak sama dengan “gambar di kepala”.
Perbedaannya  :  Dapat didestorsi
                           Dapat dipecah-pecah menjadi bagian-bagian yang berarti
5.      Spatial images dan linear ordering mempunyai suatu organisasi hirarkhi (organisasi yang berjenjang), dimana sub-image dan sub-list adalah bagian dari image dan list yang lebih besar.

Penelitian Charmicael et. al (1932)
 

Kordin di jendela                                                      Segi empat dan diamond

 

Bulan sabit                                                                 Huruf “ C “
 

Kaca mata                                                                  Dumbbells
 

Tujuh                                                                                     empat

 

Senjata                                                                        Sapu
 
4.b.  BERPIKIR DAN PROBLEM SOLVING
4.b.1. Berfikir
     Berfikir melibatkan sensasi, persepsi dan memori. Berpikir menunjukkan berbagai kegiatan yang menggunakan berbagai konsep dan lambang sebagai pengganti obyek dan peristiwa. Lambang : (Grafis, dan Verbal)

a. Lima tahap brpikir dalam pemecahan masalah : 
1.      Terjadi peristiwa, ketika perilaku yang biasa dihambat karena sebab-se-bab tertentu. Individu akan mengatasi dengan pemecahan yang rutin. Contoh : mobil mogok – distater berkali-kali
2.      Bila cara biasa gagal, individu mulai menggali memori, mencari cara-cara efektif yang pernah dilakukan masa lalu. Mobil mogok didorong.
3.      Melaksanakan trial and error – melaksanakan kemungkinan pelaksana-an pemecahan yang pernah diingat.
4.      Individu mulai menggunakan lambang verbal atau grafis.
Individu mencoba memahami situasi yang terjadi, mencari jawaban dan kesimpulan yang tepat. Sering menggunakan analogi.
5.      Terlintas suatu pemecahan :
“Aha, sekarang saya tahu, mobil saya mogok karena remnya blong” – “pengalaman aha (aha erlebnis)” atau disebut insight solution. 

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pemecahan masalah :
 Motivasi.
Motivasi yang rendah mengalihkan perhatian, sedangkan motivasi ting-gi membatasi fleksibilitas.
Contoh : orang yang mati berdesak-desak ketika gedung terbakar.
  1. Kepercayaan dan sikap yang salah : kepercayaan bahwa kebahagiaan dapat diperoleh dengan materi, akan mempersulit pemecahan permasa-lahan keluarga. Sikap yang defensif (bertahan) akan menimbulkan ke-cenderungan penolakan informasi baru, merasionalisasikan kekeliruan dan mempersulit penyelesaian.
  2. Kebiasaan, melihat masalah dari satu sisi, cultural setting – (cara kita adalah cara yang terbaik) akan menyebabkan mental set kita tidak flek-sibel.
  3. Emosi, bila terlalu tinggi akan menyebabkan stres, kemudian menjadi sulit berfikir.

c. Sensasi – Persepsi – Memori – Simbol Grafis
      Ada sembilan titik, hubungkan titik-titik tersebut dengan menarik garis lu-rus yang tidak terputus-putus, tanpa mengangkat pensil, jangan ada satu titik yang terlewat.     ·       ·       ·
                           ·       ·       ·
                           ·       ·       ·
      Andaikata anda melakukan korupsi sebanyak 4 milyar rupiah, setiap hari anda membelanjakan Rp. 100.000,- berapa tahun uang anda akan habis ? – lambang verbal (angka, kali, jumlah).
 
c.1.   Atensi dan Proses Informasi Sensori 

Atensi :  -     Mempunyai peran penting dalam penseleksian informasi untuk proses yang lebih lanjut.
               -     Sumber mental yang mempunyai keterbatasan
               -     3 perumpamaan  :  -     Energi
                                                   -     Ruang kerja
                                 -    Kegiatan

Energi :  -     Keterbatasan dari energi
-          Bila diberikan pada banyak tugas ® hasilnya akan menurun

Ruang kerja :  Suatu ruang yang hanya mampu memuat/mewujudkan beberapa tugas.

Kegiatan       :  Ibarat suatu petugas yang mampu mewujudkan banyak tugas tetapi hanya satu tugas dalam satu saat.

Kesimpulan :  Keterbatasan atensi menyebabkan kegagalan dalam tugas-tugas visual & audirory. Tugas-tugas yang tidak memerlukan atensi secara bersamaan dapat diwujudkan secara serempak, mis. Ber-jalan sambil bicara.

c.1.a.  Faktor Eksternal Penarik Perhatian


1.      Gerakan
Manusia secara visual tertarik pada obyek-obyek yang bergerak.
Contoh : huruf-huruf dalam display iklan. 
2.      Intensitas Stimuli
Stimuli yang lebih menonjol akan lebih diperhatikan.
Contoh :    - Warna merah pada latarbelakang putih
               - Tubuh jangkung ditengah-tengah orang pendek
               - Suara keras di malam sepi.
3.      Kebaruan (Novelty)
Hal-hal yang baru, yang luar biasa akan menarik perhatian. Stimuli yang luar biasa akan lebih mudah diingat tanpa hal-hal yang baru, stimuli menjadi monoton, membosankan dan lepas dari perhatian.
4.      Pengulangan
Hal-hal yang disajikan berkali-kali. Bila disertai sediki variasi, akan me-narik perhatian.
Emil Doviat (1968) : pengulangan merupakan salah satu prinsip penting dalam menaklukkan masa.  

c.1.b.  Faktor Internal Penarik Perhatian

1.      Faktor Biologis
Lapar ® memperhatikan makanan.
Film porno ® dorongan seksual ® stimuli seksual disekelilingnya.

2.      Faktor Sosio Psikologis terdiri dari
Motif, sikap, kebiasaan dan kemauan.
Contoh : dalam perjalanan naik gunung
Geolog memperhatikan batu-batuan
Ahli botani memperhatikan bunga-bungaan
Ahli zoologi memperhatikan binatang
Seniman memperhatikan warna dan bentuk

Metode Means – Ends Analysis
Diteliti oleh Newell & Simon ® menggunakan program simulasi komputer yang menggambarkan cara problem solving manusia.
Sifat umum pada metode ini adalah mengurai tujuan utama ke dalam sub-sub tujuan.  Sub tujuan dibuat dengan 2 cara :

1.      Pada flowchart I, kondisi saat ini dipecah ke dalam perbedaan dan menen-tukan reduksi masing-masing perbedaan sebagai suatu tujuan yang terpisah. Pilihannya, mencoba menghilangkan yang dianggap perbedaan terpenting. 

2.      Pada flowchart II, mencari operator yang dapat menghilangkan perbedaan. Operator tersebut mungkin tidak dapat dilakukan karena ada perbedaan an-tara kondisi operator dan kondisi lingkungan. Jadi sebelumnya perlu meng-hilangkan perbedaan lain yang menghalangi pelaksanaan operator.

Flowchart I, tujuan : mengubah kondisi sekarang ke kondisi tujuan.
Flowchart II, Tujuan : menghilangkan perbedaan
4.b. 2.  Problem Solving
a.  Metode Problem Solving
a.1.  Metode Bekerja Terbalik (Working Backward)
       Metode ini bekerja secara terbalik dari tujuan. Menguraikan tujuan awal ke dalam rangkaian sub tujuan yang mengimplikasikan penyelesaian dari tujuan utama.

Contoh :    -     Persoalan mengecat langit-langit & tangga.
                  Dengan metode ini, persoalan mengecat menjadi sulit karena penye-lesaian satu sub tujuan menghalangi penyelesaian tujuan lain.

a.2.  Metode Analogi
        Yaitu menggunakan struktur penyelesaian pada 1 persoalan untuk me-nyelesaikan persoalan yang lain.  Contoh : Soal-soal matematika.

Eksperimen Gick & Holyoak (1980) menunjukkan analogi ini. Subyek diberi persoalan kemudian diberi suatu cerita yang dapat digunakan untuk menyele-saikan persoalan. Dengan deberi cerita, hampir 100% subyek dapat menyele-saikan persoalan. Pentingnya Representasi (penggambaran). Bagaimana cara persoalan ditampilkan akan menghasilkan efek tertentu.

Contoh : Persoalan papan catur
               Dalam membayangkan persoalan tersebut kita terdorong untuk meng-hitung dan membandingkan jumlah kotak hitam & putih papan catur.

Functional Fixedess : keterpakuan pada penggambaran obyek sesuai dengan fungsi yang sudah ada, dan tidak dapat membayangkan obyek dalam fungsi yang baru.

Incubation Effect : Jika terdapat kesulitan dalam memecahkan persoalan, su-byek dapat mengesampingkannya untuk sementara waktu (jam, hari, minggu) dan saat kembali pada persoalan tersebut dapat memecahkannya dengan tepat.
Contoh : Eksperimen Silvera (1971)   tentang persoalan Cheap – Necklace.
 KONDISI SOAL                               KONDISI TUJUAN
Kelompok kontrol : mengerjakan persoalan tersebut selama ½ jam.
55 % dari subyek dapat memecahkan persoalan.

Kelompok Eksperimen I   :  Waktu pengerjaan diinterupsi istirahat ½ jam dima-na subyek melakukan aktivitas lainnya.
                                             64 % dari sunyek dapat memecahkan persoalan.
Kelompok Eksperimen II  :  Istirahat 4 jam  85 % dari subyek dapat memecah-kan persoalan.

Penjelasan Incubation Effect :
Pada usaha awal memecahkan persoalan ® terbentuk cara berpikir tertentu (dibantu pengetahuan yang dimiliki).
Jika cocok ® persoalan selesai
Jika tidak cocok  ® terjebak cara yang tidak sesuai tersebut.
Persoalan diabaikan ® struktur pengetahuan yang tidak sesuai berkurang ® penyelesaian persoalan dengan cara yang baru.

Set Effect  :  Bias yang terjadi oleh pengalaman memilih operator tertentu.

Contoh : Eklsperimen Luchins tentang persoalan teko air.
========================================================
Persoalan
Kapasitas
Teko A
Kapasitas
Teko B
Kapasitas
Teko C
Jumlah Yang Diperlukan





1
5 cangkir
40 cangkir
18 cangkir
28 cangkir
2
21 cangkir
127 cangkir
3 cangkir
100 cangkir





Pemecahan :    1. 2A + C ® disebut pemecahan penambahan
                        2.  B – A – 2C ® pemecahan pengurangan
Kelompok eksperimen diberi persoalan penambahan terlebih dulu. Kelompok kontrol tidak. Kelompok eksperimen mempunyai set penambahan sehingga dapat lebih mudah menyelesaikan persoalan penambahan dan lebih lambat me-nyelesaikan persoalan pengurangan.
 
2. Model-Model Problem Solving

2.1.  Persoalan Mengecat Tangga dan Langit        


a)
b)


                                                            Persoalan Kambing dan Serigala


1.                     6.                                11.
2.                          7.                                12.
3.                       8.                              
4.                            9.                                 
5.                         10.                          

 

                                                            Persoalan Teko Air II

========================================================

Persoalan

Kapasitas
teko A
Kapasitas
Teko B
Kapasitas
Teko C
Jumlah yang
Diperlukan

 





1
21
127
3
100
2
14
163
25
99
3
18
43
10
5
4
9
42
6
21
5
20
59
4
31
6
23
49
3
20
7
15
39
3
18
8
28
76
3
25
9
18
         48
4
22
10
14
36
8
6

3.  Beberapa Catatan Problem Solving

Pengetahuan Declarative : Pengetahuan tentang fakta dan benda.Yaitu bagai-mana sistem penerimaan informasi, bagaimana penggambaran sistem tersebut, bagaimana cara penyimpanan dan pemanggilan kembali dari LTM.
Pengetahuan Prosedural : Pengetahuan tentang bagaimana mempertunjukkan berbagai kegiatan kognitif (pengetahuan tentang pemecahan personalan).
     Untuk memahami problem solving, kita lihat bagaimana eksperimen Kohler (1927) tentang kera yang bernama Sultan. Sultan ditempatkan di kandang se-dang di depan kandangnya terdapat 2 tongkat dan makanan. Yang mampu di-jangkau tangan hanya tongkat pertama, sedang tongkat kedua dan makanan ti-dak mampu dijangkau tangan. Dengan usaha berkali-kali Sultan mampu me-ra-ih makanan dengan mengambil tongkat, meraih tongkat kedua dengan tongkat pertama, menyambung kedua tongkat tersebut dan meraih makanan dengan tongkat yang sudah disambungkan.

Terdapat 3 ciri khas pada problem solving :

1.      Goal Directness (pengarah Tujuan)
Perilaku diarahkan pada 1 tujuan yaitu meraih makanan

2.      Subgoal Decomposition (penguraian  sub tujuan)
Jika kera tidak dapat meraih makanan dengan tangannya, perilaku tersebut merupakan problem solving dalam keadaan yang paling sederhana. Dasar dari pemecahan persoalan adalah bahwa kera tersebut harus menguraikan tujuan utama ke dalam sub tujuan seperti meraih tongkat dan menyam-bungnya.

3.      Operator Selection (pemilihan operator)
Mengurai tujuan utama ke dalam sub tujuan seperti menyambung tongkat. Istilah operator mengacu pada suatu tindakan yang dapat mencapai tujuan. Pemecahan persoalan adalah suatu rangkaian dari operator.

State (kondisi) dalam Ruang Persoalan
Problem solving dimulai dengan mencari suatu ruang persoalan yang terdiri da-ri berbagai state dari persoalan. Situasi awal pada problem solving disebut kon-disi awal, situasi yang mengarah pada tujuan disebut kondisi menengah dan tu-juan itu sendiri disebut kondisi tujuan.

Contoh :
Kondisi awal : Sultan dalam kurungan, melihat makanan diluar. Sultan dapat mengambil tongkat, berjalan, jungkir balik, dan sebagainya. Misal Sultan me-ngambil tongkat, sekarang dia berada pada kondisi baru. Dia dapat berubah pa-da kondisi baru, misal, menaruh kembali tongkat (kembali ke kondisi awal), meraih makanan dengan tongkat atau meraih tongkat lain. Misal dia meraih tongkat lain. Sekali lagi dia berada pada kondisi baru. Dari kondisi ini Sultan dapat menginjak tongkat, menyambung atau memakan tongkat. Misal dia me-milih menyambung. Dia kemudian dapat memilih meraih makanan, membuang tongkat, atau mengurai sambungan. Jika dia meraih  makanan. Dia akan men-capai tujuan. Kondisi pada contoh tersebut adalah kondisi fisik, kadang istilah kondisi mengarah pada pengetahuan.

4.  Beberapa Hal yang Perlu Diperhatikan
      Dalam mendiskusikan metode pemilihan sub-sub tujuan/tujuan awal, kita harus membuat perbedaan antara algoritme dan heuristik. Algoritme adalah prosedur yang menjamin akan tercapainya suatu hasil dalam suatu pemecahan masalah. Algoritme ditandai dengan suatu rangkaian sub tujuan yang apabila dilakukan secara benar akan selalu menghasilkan jawaban yang benar.
      Heuristik adalah cara untung-untungan yang kadang-kadang (tidak selalu) dapat memecahkan masalah. Contoh dalam bermain puzzle dengan 8 kotak kita menggunakan heuristik. Dengan heuristik kita sering lebih cepat dapat meme-cahkan masalah dari pada dengan algoritme.
      Problem solving yang dibicarakan dalam bab ini adalah heuristik. Contoh perbedaan antara algoritme dan heuristik :
Seumpama anda ada di sebuah kota yang belum pernah dikunjungi dan ingin menemukan saudara sepupu anda atau bibi yang kabarnya tinggal di kota ini.

Cara Pertama (Algoritme) : anda melihat buku telpon dan menelpon setiap orang yang ada di dalamnya, dan menanyakan asal usul mereka. Seandainya seluruh penduduk kota yang mempunyai telepon bersikap kooperatif, maka anda melakukan algoritme dalam menemukan saudara anda. Akan tetapi cara ini membutuhkan waktu yang panjang dan uang yang banyak.

Cara Kedua (Heuristik) : adalah menelpon orang-orang yang mempunyai nama keluarga yang sama dengan nama keluarga anda. Anda mungkin melewatkan saudara anda yang telah ganti nama karen afaktor perkawinan atau karena hal lain. Tetapi prosedur ini lebih menguntungkan dari segi waktu dan uang dan anda kemungkinan juga dapat menemukan saudara sepupu anda (Hal ini juga tergantung pada umum atau tidaknya nama keluarga anda misalnya : Samuel dan Retno).
 
5. Metode Tambahan
Metode Difference - Reduction (Mengurangi Perbedaan)
Teknik difference reduction berdasarkan pada evaluasi akan kemiripan antara kondisi awal dengan kondisi tujuan. Walaupun difference reduction hampir se-lalu berhasil, hal tersebut kadang-kadang membuat orang tersesat. Dalam bebe-rapa situasi problem solving, pemecahan masalah bertentangan dengan prinsip kemiripan.

Contoh persoalan Kambing dan Serigala di atas.

Pada satu sisi sungai ada 3 kambing  dan 3 serigala. Ada sebuah perahu disisi lain yang bisa memuat 2 binatang sekali angkut menyeberangi sungai. Tuju-annya adalah mengangkut 6 binatang tersebut menyeberangi sungai. Pada sisi manapun, jumlah serigala tidak boleh melebihi jumlah kambing, karena apabila jumlah serigala lebih banyak, maka serigala akan memakan kambing. Masa-lahnya adalah menemukan suatu metode yang paling efektif untuk mengangkut ke 6 binatang tersebut ke sisi sungai yang lain, dengan syarat pada sisi yang sama jumlah serigala tidak boleh melebihi jumlah kambing.
Pemecahan masalah : pada waktu berangkat ke sisi Y mengangkut 2 binatang, kembali ke sisi X mengangkut 1 binatang(asumsinya makin lama binatang disisi Y menjadi habis) mirip dengan memindah semua binatang ke sisi Y. Masalah timbul pada perpindahan pada kondisi 6 ke kondisi 7, karena pada    posisi ini perahu harus mengangkut 2 binatang kembali ke sisi X, seolah-olah menjauhi tujuan. Pada saat demikian, biasanya orang akan kembali dari awal dan akan mencari pemecahan baru.

 

Perpindahan/Transformasi Image

·         Percobaan Shepard & Feng (1972) :
-          Subyek diberi tugas untuk mengamati gambar dari suatu kotak dari ker-tas yang telah dibuka lipatannya menjadi 6 bagian, dan diminta mengi-dentifikasi apakah ujung dari kedua panah yang ada pada gambar berte-mu satu sama lain, bila kotak ditutup.
-          Waktu yang diperlukan oleh subyek untuk menjawab dicatat dan ter-nyata subyek terlibat dengan suatu proses mental. Data mendekati suatu fungsi linear dari jumlah lipatan.



·         Percobaan Kosslyn, Ball dan Reiser (1978)
Memperlihatkan bahwa subyek membutuhkan waktu untuk memperhatikan dua lokasi dalam gambaran mental (mental image)

-          Pada suatu pulau fiktif terdapat :
1 gubug, satu pohon,  karang,  sumur,  danau,  pasir dan rumput.
-          Subyek dilatih sampai bisa menggambar benda-benda tersebut pada peta dengan cermat.
-          Subyek kemudian diminta membayangkan peta pulau tersebut.
-          Satu obyek disebut (mis : pohon) dan subyek diminta membayangkan letak obyek tersebut.
-          Lima menit kemudian obyek kedua disebut, dan subyek diminta untuk membayangkan letak obyek kedua dan menekan tombol apabila telah berhasil mebayangkan letak obyek kedua dengan tepat. Waktu yang dibutuhkan oleh subyek dicatat.
-          Ternyata makin jauh letak antara kedua obyek, makin lama waktu yang dibutuhkan.

Kesimpulan :  Subyek melakukan suatu proses mental yang analog dengan proses fisik.
1.      Ketika seseorang mengoperasikan suatu mental image, ia terlihat masuk dalam suatu proses yang analog dengan obyek fisik yang sesungguhnya.
2.      Dalam hal rotasi, melipat kertas dan membayangkan lokasi waktu yang dibutuhkan bertambah sesuai dengan waktu yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan fisik yang sama.
3.      Penemuan ini membuktikan adanya kedekatan/kemiripan antara suatu mental image dengan suatu obyek fisik.
4.      Mental image adalah menyerupai persepsi visual dari suatu obyek.


BUKU ACUAN  :

1.      Baars, B.J., 1986. The Cognitive Revolution in Psychology. The Guilford Press : New York.

2.      Catania, C.A., 1984. Learning. Prentice-Hall, Inc : New Jersey.

3.      Ellis, H.C. & Hunt, R.R., 1989. Fundamentals of Human Memory and Cognition.Wm. C. Brown Publisher : Dubuqe, Iowa.

4.      Eysenck, M.W. 1984. A Handbook of Cognitive Psychology. Lawrence Erlbaum Associates Ltd. : London.

5.      Neisser, Ulrich. 1976. Cognition and Reality. W.H. Freeman and Company : New York

6.      Solso, R.L. 1988. Cognitive Psychology. Allyn and Bacon, Inc : Boston.